Another Way (3)

37.1K 2.9K 181
                                    

Bunyi alarm membuatku mengerang kesal. Dengan malas aku mematikan alarm dari ponselku setelah berhasil membangunkanku dari kenyataan.

Hari senin. Tepat pukul 5 pagi. Tandanya aku harus cepat membuka mata dan membersihkan diri sekarang juga. Sambil melangkah ke kamar mandi aku memijat keningku.

Pusing sekali karena kurang tidur.

Kalau kurang tidurnya karena kegiatan menyenangkan mungkin aku tidak masalah. Tapi, ini? Aku pusing karena seharian menemani Erika sahabatku si beban hidupku.

Sambil menekan pasta gigi yang tersisa diujung, aku kembali mengingat malam yang harusnya berakhir indah dan panas dengan laki-laki yang aku kira gay, harus berakhir cepat karena muntahan seorang sahabat yang menyusahkan.

Benar. Erika muntah di kamarnya lalu aku dan Elang tidak jadi melakukan penyatuan yang aku tunggu-tunggu itu. Belum sampai situ Erika memberikan beban untuk kami, perempuan yang meracau tentang artis-artis korea pujaannya itu harus membuat Elang membersihkan muntahannya yang ada di ranjang dan lantainya.

Sedangkan aku? Aku terus mengomeli Erika yang setengah sadar. Bodo amat dia mendengarku atau tidak, tapi Erika yang mabuk adalah sasaran yang tepat untuk aku caci maki.

Malam Erika menjadi beban tentu belum berakhir. Elang tidak tega meninggalkan Erika yang tidur di ranjang bekas muntahan adik satu-satunya itu. Makanya dia menyuruhku dan Erika tidur di kamarnya lalu dia memilih tidur di kamar orang tuanya.

Aku semalaman menatap benci Erika yang sudah lelap. Aku benci karena rasa penasaran akan gairahku tidak terselesaikan! Dan Elang bisa-bisanya bersikap santai seakan sebelumnya dia tidak pernah sempat menerobos kewanitaanku.

Arrggh! Rasanya aku seperti perawan haus belaian malam itu!

Paginya, tentu saja beban Erika belum selesai lagi. Perempuan yang bertahun-tahun menjadi tetangga dan sahabatku itu tiba-tiba sakit dan diare sepanjang hari minggu.

Lalu siapa yang mengurusnya? Tentu saja aku. Aku sahabat dan tetangga yang dicintainya rela menjadi perawat 24 jam menemaninya.

Setelah itu, jam 11 malam aku diusir oleh Erika dan Elang karena katanya bantuanku sudah tidak dibutuhkan lagi setelah kabar kedua orang tua mereka sudah akan sampai pulang ke rumah.

Dengan hati gondok, apa lagi Elang benar-benar berubah sikap seperti kembali menjadi Elang menyebalkan yang selalu aku lihat selama ini tidak membahas apapun denganku!

Apa dia tidak kepikiran tentang tubuhku yang sudah dilihatnya? Atau dia kepikiran nggak sih kalau kami hampir having sex?

Arrgghh...!!! Sepertinya bujang lapuk sialan itu tidak memikirkan hal sama seperti yang aku pikirkan.

"Kak bareng dong." Aku menoleh pada Niki yang sudah siap dengan seragamnya muncul dibalik pintu.

"Gue lagi males bawa mobil, takut telat. Lo minta antar Bapak aja sana." Kataku sambil sibuk memastikan barang-barangku tidak ada yang tertinggal.

"Mil, sarapan dulu." Panggilan Ibu saat aku turun dari kamar.

"Aku mau naik kereta, Bu. Sarapan di dekat kantor aja." Balasku buru-buru menyalami ibu dan bapakku.

"Langsung pulang ya, Mil. Akhir-akhir ini banyak berita kejahatan." Ucap bapak memberi nasihat seperti biasanya.

Aku hanya mengangguk saja lalu melesat pergi ke ujung komplek perumahan yang tidak terlalu jauh dari rumah. Dari sana aku akan naik ojek dan pergi ke stasiun. Kalau memesan ojek online aku malas menunggu lagi. Lebih baik jalan sambil olahraga.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang