Setelah puas menangis aku membawa Dio beserta pengasuhnya ke rumah Agni. Aku tak bisa berada di rumah saja dengan pikiran yang berkecamuk. Agni adalah pilihan tepat untuk aku datangi karena perlu teman berbicara.
Agni memegang teguh prinsipnya untuk tak menikah seumur hidupnya. Pengalaman hidup yang menyakitkan membuat dia tak percaya pada pernikahan. Namun, dia tak pernah sinis saat aku atau teman-teman lainnya memutuskan untuk menikah. Dia mendukung kami layaknya sahabat meski pernikahan adalah hal terlarang di dalam hidupnya.
Aku senang bisa memiliki Agni dalam artian dia adalah sahabat yang selalu mendukungku. Meski tahu perbuatanku pantas atau tidak, dia tetap berada di sampingku.
"Lo udah rebut sama Aryo? Gimana? Lo tampar? Lo tendang? Lo apain?" dia menyambutku dengan bertubi-tubi saat kami sudah tinggal berdua sedangkan pengasuh membawa putraku ke kamar Agni untuk tidur siang.
Aku menggeleng lemah sambil memperlihatkan foto yang ada di ponselku.
"Gila..." desis Agni. "Kalo nggak liat ini foto-foto bukti selingkuh Aryo, gue nggak bakalan percaya, Lin. Serius deh si Aryo tuh suami goals di otak gue."
Aku mendesah panjang. Dari dulu memang selalu begitu 'kan, yang terlihat baik dan penyayang ternyata bisa berbuat begitu jahat.
"Benar kata lo. Cowok kalo nggak brengsek ya... gay." Gumamku sambil menutup mata.
Agni tertawa kecil. "Terus sekarang gimana? Lo udah bulat cerai?"
Aku mengangguk pelan tapi sedetik kemudian menggeleng lemah.
"Kemarin udah bulat pas ketemu pengacara. Tapi, pas liat Dio... nggak bisa gue."
"Berat ya?" lirihnya.
"Iya. Gue nggak apa deh dia selingkuh pas masih pacaran. Atau awal-awal nikah sebelum ada Dio. At least gue nothing to loose pas waktu itu. Tapi, sekarang? Ada Dio."
Kebimbangan benar-benar menghantamku setiap melihat wajah putraku. Kloningannya Aryo itu membuatku tak tega harus membuatnya kehilangan figure ayah di umur sekecil ini.
Kalau dikatakan mampu mengurus Dio sendirian, tentu saja aku mampu. Tapi, saat besar nanti dia akan bertanya-tanya lalu menemukan fakta memiliki Ayah yang tak setia dan sakit hati adalah satu hal yang tak aku inginkan.
"Terus lo gimana? Lo aja yang nanggung sakit hatinya? Lo manusia bukan wonder woman." Serang Agni dengan wajah ketus. "Dio masih kecil kalo lo curahin dia kasih sayang tanpa putus dia nggak bakalan ngerasa kesepian. Ada waktunya dia bakal ngerti kalo Bapaknya itu bajingan yang udah nyakitin lo."
"Gue paham... tapi, gimana dia di luar sana? Gue nggak mungkin 24 jam ngintilin Dio. Pasti, bakal ada aja yang nyinyirin anak gue karena nggak punya Bapak. Apa lagi kalo ketauan Aryo selingkuh." Lirihku.
Jangan lupakan kalau saat ini kehidupanku juga dinikmati banyak orang. Yang mereka tahu kehidupan keluarga kami itu harmonis dan baik-baik saja.
Dan disaat perceraian terjadi dengan alasan yang aku berikan di pengadilan, pasti semua orang akan mengingat aku dan Dio sebagai korban dari perselingkuhan Aryo.
Aku tahu kalau nanti akan ada dukungan. Tapi, tidak sedikit juga yang mengingat aku dan Dio dari perselingkuhan itu. Aku yakin tak ada yang suka hanya diingat sebagai korban memalukan seperti itu. Apa lagi Dio nanti dikenal memiliki Ayah yang bajingan.
Agni terdiam dengan wajah sendu. Dia pasti mengerti rasanya karena dia pernah berada di posisi Dio.
Satu lagi yang aku takutkan, rasa sakit hati Dio akan berdampak pada pemilihan hidupnya. Seperti Agni yang memilih sendiri seumur hidupnya.
Aku tak mau itu terjadi.