Sudah lima hari aku tidak bertemu Baskara. Kekasihku itu masih berada di rumah sakit menemani Lili yang belum sadarkan diri pasca kecelakaan.
Dari kabar orang kantor yang sudah menjenguk, kecelakaan yang menimpa istri pemimpin mereka ternyat begitu parah. Bahkan sampai diselidiki pihak kepolisian dan belum menemui titik terang.
Aku belum menjenguk sampai sekarang.
Bukannya apa-apa. Tapi, akhir-akhir keadaanku tidak baik-baik saja. Aku mulai sering pusing dan mual. Tanda-tanda perempuan hamil mulai melandaku dan itu aku buat sebagai alasan kenapa aku belum juga menjenguk Lili.
Aku merasa suasana hatiku sering berubah-ubah semenjak hamil. Ada setitik rasa kesal dan sedih karena Baskara agak mengacuhkanku karena dia belum menemuiku sampai sekarang. Padahal jelas sekali prioritasnya sekarang adalah kesembuhan Lili. Tapi, perasaan egois dan serakah ini semakin menjadi-jadi.
Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan dan berpotensi memperburuk keadaan, aku memilih diam saja.
Baskara masih mengirimku pesan, tapi, tak sesering biasanya seakan seingatnya saja menanyakan kabarku.
Aku mencoba sabar dan menahan diri. Berulang kali mengingatkan posisiku tak memiliki hak mutlak dalam hidup Baskara.
Yang terpenting sekarang adalah kondisi janin di dalam tubuhku. Aku harus menjaganya dengan baik bukan semata-mata ini adalah anak Baskara. Tapi, karena sebagai calon Ibu, timbul perasaan sayang dan ingin menjaganya sampai ia terlahir selamat di dunia ini.
Malam ini aku hanya ditemani sepiring bubur putih dengan tambahan kecap manis dan segelas susu. Buruknya suasana hati berdampak pada nafsu makanku sendiri.
Aku melirik ponselku yang belum ada tanda-tanda pesan dari Baskara. Ingin menghubungi duluan tapi ada rasa gengsi yang menahannya.
Keadaan Lili pasti sangat parah.
Sepertinya besok aku harus menjenguk. Walau aku tidak tahu pasti apakah keadaan Lili memperbolehkan untuk dikunjungi. Selain ingin melihat Lili, tentu saja aku ingin melihat Baskara.
Aku akan mengajak Adi agar kedatanganku tidak disambut curiga orang lain.
Ting tong.
Bunyi bell apartemen terdengar saat aku menghabiskan susu di gelas. Sudah jam delapan malam dan tidak pernah ada tamu yang datang ke apartemenku. Hanya beberapa orang terpercaya saja yang tahu di mana tempat tinggalku.
Aku mengerutkan dahi, sosok Baskara yang pertama kali aku pikirkan. Tapi, lelaki itu memiliki kunci apartemenku. Tidak mungkin itu dia.
Saat aku membuka pintu, aku dibuat setengah terkejut oleh kehadiran Heru yang masih berpakaian kemeja dan jas lengkap.
"Heru?"
Dia mengangguk sopan dan tersenyum tipis. Di kedua tangannya ada kantong belanja besar.
"Ada apa?"
"Pak Baskara menyuruh saya mengantar ini." Katanya menunjukan dua tangannya. "Biar saya taruh di dalam."
Aku membiarkannya masuk dan membiarkan pintu terbuka lebar.
"Inia da buah-buahan, vitamin, susu, dan makanan sehat lainnya."
Aku mendekatinya yang mengeluarkan isi belanjaan. Ada merk susu ternama untuk ibu hamil dengan berbagai rasa. Ada juga buah naga dan alpukat, dua jenis buah yang sangat aku sukai.
"Baskara yang suruh?"
Dia mengangguk. "Bapak ingin gizi Ibu terpenuhi. Ah, kalau susunya nggak ada yang Ibu suka juga tolong segera beritahu. Biar saya langsung beli."