"Fuck!" Velin melotot melihat benda ditangannya.
"Yes, fuck!" Desahan frustasi itu tidak membuat Velin memalingkan wajah kesampingnya.
Kini, Velin dan Dita berada di apartement Athan. Sudah seminggu berlalu sejak kejadian Velin yang biru-biru dipukuli Athan.
Hubungan dua pasangan itu sudah kembali seperti biasa. Seperti biasa maksudnya tidak jauh-jauh dari pertengkaran yang dipicu akibat kecemburuan. Bedanya, seminggu ini tidak ada lebam baru ditubuh Velin.
Siang ini, Dita terpaksa harus ke apartement Athan yang jaraknya sangat tidak dekat dari tempat tinggalnya. Dia terpaksa memenuhi permintaan Athan untuk menemani Velin yang sedang merajuk akibat lelaki itu harus pergi tiga hari ke pulau Bintan karena bekerja.
"Jangan bilang—" Velin menoleh pelan-pelan kearah Dita dengan wajah penuh dugaannya, "—Lo nggak tau siapa bapaknya?"
Dita memutar bola matanya malas memilih menyamankan diri diatas sofa empuk ruang tamu Athan.
Matanya menjelajahi apartement Athan yang cukup besar. Mengingat Athan adalah anak kalangan atas. Dia terpesona dengan gaya modern-classic yang didominasi warna abu-abu dan putih ruangan itu.
"Dit!" Tubuhnya tersentak akibat serangan bantal kecil diatas perutnya.
"Eh! Hati-hati dong, Vel!" Kesalnya seraya mengelus perut datarnya.
Velin langsung mendelik tapi tangannya ikut mengusap perut perempuan disebelahnya.
"Gue punya banyak tebakan sih." Serunya menatap nanar perut dan wajah Dita bergantian. "Dipta kan?"
"Kata lo tebakannya banyak!" Dengus Dita.
Velin menyengir, "Tuh, kan! Bapaknya pasti Dipta!" Lalu tertawa pelan, "Eh, tapi, Dit... Bukannya dia—ya you know, lah." Ringisnya.
Dita tersenyum getir. Dia tahu maksud Velin. Semua orang tahu kalau Dipta tetap menjadi Dipta. Lelaki brengsek pemain wanita. Yang mereka tidak tahu, hubungan antara dua pasang manusia yang orang lain kira hanya sebatas sahabat.
Velin tahu hubungan apa yang Dita dan Dipta lakoni saat dia menjadi pacar Athan. Friends with benefits. Itu kata Athan saat Velin heran melihat dua pasang manusia itu berciuman mesra di apartement Athan.
"Dan lo tau, Dit. Kalo Dipta nggak akan pernah putusin Meira." Kata Velin lagi
Sebenarnya ini sudah sering Velin bahas. Jika Velin harus terjebak dihubungan yang melukai fisik, maka Dita harus terjebak dihubungan yang melukai batinnya.
Athan, Dipta, Dita, dan Ben adalah sahabat semenjak taman kanak-kanak.
Athan jatuh cinta hanya pada satu perempuan yaitu Velin. Tapi trauma masa lalu menyebabkan lelaki itu menjadi lelaki kasar yang ringan tangan pada pasangannya. Dan Velin adalah satu-satunya perempuan yang merasakan betapa sakit tangan besar itu mampir ke permukaan kulit.
Dan Dipta—ah! dia lelaki brengsek yang senang bermain di belakang kekasihnya. Dipta selalu menjaga Meira dari kebejatan. Tidak pernah menyentuh kekasihnya hingga terlihat sebagai pacar yang sangat menghormati pasangannya. Pada nyatanya, ada Dita sebagai penyalur nafsu seorang Dipta Bramono. Lucunya, Dipta tidak pernah melepas Dita saat perempuan itu berkali-kali meminta lepas. Dan Dita adalah perempuan normal lainnya. Dia terperangkap oleh pesona lelaki yang sudah hadir sejak dia tidak mengenal apa itu cinta. Intinya, Dita adalah budak Dipta.
Sedangkan Benedict—lelaki setengah bule itu tidak lebih baik daripada ketiga sahabatnya. Dia tidak menyukai sebuah status tapi dia menyukai selangkangan perempuan. Lebih kacaunya, dia memiliki hubungan terlarang dengan sepupunya sendiri. Ben memang brengsek seperti Dipta, dia mendekati banyak perempuan hanya untuk menyembunyikan hubungan terlarangnya bersama Luna gadis keturunan asli jerman yang sudah lima tahun ini tinggal dirumah keluarga Ben.