Believe

98.2K 4.2K 312
                                    

21+

Aku melangkahkan kakiku terburu-buru melewati lorong apartment mewah yang berada di tengah kota. Apartment yang sudah 2 tahun aku tempati bersama kekasihku, oh ralat, dia akan menjadi mantanku. Mahesa Rajaksa. Laki-laki sialan itu berani-beraninya bermain dibelakangku.

Tanganku terkepal kuat menahan amarah yang menggunung. Ingin sekali rasanya aku melampiaskan amarah ini dengan cara memukul seseorang, tapi sayangnya aku belum se-bar-bar itu. Aku tidak mungkin menyakiti orang yang tidak masuk ke dalam masalahku.

Pagi tadi aku mendapat pesan dari sahabatku, Vije, laki-laki kemayu yang memiliki rambut lurus sebahu dan mengkilat walaupun di ruangan redup sekalipun. Vije mengirim sebuah foto yang menampilkan kekasihku, Mahesa, keluar dari mobil yang sama dengan seorang perempuan di basement rumah sakit. Sialnya, aku tahu siapa perempuan sialan yang tersenyum manis di dalam foto itu. Ck, dia adalah rekan kerja Mahesa yang berprofesi sama sebagai dokter anak, Raline.

Ah, sialan! Raline memang memiliki tubuh lebih indah jika harus dibandingkan denganku. Lekukan tubuhku tidak semolek tubuhnya, dadanya juga lebih besar dan menggoda daripada milikku, dan jangan lupa dengan tinggi tubuh semampainya itu. Kalau ada penilaian tubuh, dia akan mendapatkan nilai 9 dari 10. Sedangkan aku? Hm, kalau kata Vije 7/10. Sialan juga si banci itu!

Dan setelah mendapatkan pesan itu aku langsung memutar balik mobilku menuju apartement. Saking kesalnya aku tidak peduli telfon masuk dari Wanda, sekretarisku yang terus khawatir dengan keberadaanku. Mungkin dia begitu khawatir karena sang manager keuangan belum datang ke kantor padahal ada rapat besar bersama direktur utama perusahaan. Tapi, sungguh! Aku tidak peduli dengan rapat sialan itu! Yang aku pedulikan adalah aku harus cepat pulang dan mengemas seluruh pakaianku!

Cukup sudah aku mendengar kabar kedekatan antara Mahesa dan Raline selama 4 bulan ini. Selalu saja ada cerita tidak mengenakan dari teman-temanku yang tidak sengaja bertemu dengan Mahesa diluar rumah sakit bersama Raline. Cukup sudah aku menahan itu tanpa menumpahkan amarahku di depan Mahesa ataupun bertanya benar atau tidaknya rumor tersebut.

Selama ini aku mencoba menahan diri agar lebih sabar karena Mahesa pernah marah besar kepadaku karena memiliki sifat jelek yang suka hilang kendali. Dulu aku selalu mudah terpancing emosi apalagi menyangkut hubungan kami. Aku selalu mengambil mentah omongan orang dan berakhir ribut besar dengan Mahesa. Itu aku yang dulu, dan demi kebaikan bersama, aku belajar sabar untuk percaya terus kepada kekasihku.

Tapi, kali ini rasanya aku tidak bisa sabar! Pantas Mahesa bangun pagi-pagi sekali hari ini untuk berangkat ke rumah sakit, pasti dia menjemput si jalang bahenol itu dulu!

Aku membuka cepat password pintu apart dan masuk sambil sesekali menendang barang seperti sofa atau kaki meja yang aku lewati. Aku sangat butuh pelampiasan untuk marah.

Dengan asal-asalan aku menarik koper putih milikku dari kamar utama, kamar yang aku tempati bersama Mahesa, dengan tatapan marah serta benci aku memindai seluruh sudut untuk terakhir kalinya lalu berjalan kembali ke ruang tengah.

Sambil menggerutu dan menyumpahi nama Mahesa berkali-kali, tiba-tiba aku dikagetkan melihat Mahesa yang berjalan masuk ke ruang tengah. Dia juga kaget melihat kehadiranku di dalam apart. Dan yang semakin membuat darahku mendidih adalah perempuan jalang perebut kekasihku dengan santainya berjalan dari belakang tubuh Mahesa.

Ah, Mahesa. Kau berhasil menyakiti hatiku dan membangunkan singa tidur.

"Beraninya kamu memasukkan dia ke dalam sini?!" Teriakku kencang dan melepaskan gagang koper.

Mahesa mengerutkan keningnya, matanya melirik koper yang berada disamping tubuhku lalu menatap ku kembali.

"Kamu mau ke mana, Baby?" tanyanya bingung.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang