Aku melangkah cepat menyusuri lorong yang terasa panas menuju ruanganku. Para mata yang tiap pagi mengikutiku membuat bahuku menegang risau.
Bisikan-bisikan yang disengajakan membuat dadaku berdegup kencang.
Aku bisa menghela nafas lega saat pintu ruanganku sudah tertutup rapat. Segera saja aku duduk di kuris kerjaku sambil bersandar.
Sudah sebulan aku seperti ini, sebulan setelah seluruh kantor tahu hubunganku.
Mereka menuduhku, tidak segan-segan mengeluarkan kebencian setiap ada sosokku di dekat mereka.
Aku hanya bisa diam.
Takut sudah pasti.
Aku sadar posisiku serba salah di sini.
Bagaimana tidak?
Semua akan mengira aku adalah penghancur rumah tangga seseorang.
Rumah tangga yang mereka ketahui sangat harmonis, tiba-tiba hancur.
Dan yang mereka tahu, itu karena aku. Aku adalah penyebabnya.
Sebulan yang lalu, sebuah gosip beredar. Gosip yang memang ada benarnya. Kalau aku, sedang menjalin hubungan dengan seorang pria matang yang baru saja bercerai.
Tak tanggung-tanggung, pria matang itu adalah atasanku. Seorang Direktur yang dihormati seluruh karyawan di sini.
Dan aku seorang manager, yang tadinya juga dihormati.
Sebulan yang lalu, seorang perempuan terang-terangan datang kepadaku saat aku duduk menikmati makanan di kantin kantor.
"Bu Sabine, emang benar ibu ada hubungan asmara sama Pak Arthur?"
Tubuhku terduduk kaku, keringat dingin menjalar di punggung saat karyawati itu bertanya dengan lantang. Aku hanya bisa diam tidak bisa mengelak karena aku tahu... akan ada waktunya semua orang tahu.
Sejak saat itu, semua berubah. Hidupku tak tenang karena gunjingan banyak karyawan. Pekerjaanku kacau bahkan mentalku ikut kacau.
Pintu ruanganku terbuka dan tertutup cepat. Aku mendongak menatap pria yang terlihat berantakan padahal jam kerja baru saja mau di mulai.
"Maaf aku terlambat." Dia berjalan cepat kearahku, menarikku dan langsung memelukku erat.
Seketika tangisku pecah.
Sebulan ini, aku menghadapi kebencian sendirian. Tanpa dirinya yang sedang jauh menjalankan tugasnya.
Kini, dia kembali. Memelukku erat. Memberikan pelukan paling aman yang pernah aku rasakan.
Rasanya sebulan ini, terbayar sudah. Diriku hebat menahan kebencian banyak orang. Dengan pelukan ini, aku bisa menumpahkan semua yang sudah aku tahan.
"Aku—mereka tau—mereka bilang—" Aku tidak bisa menjelaskan lewat kata-kata. Tapi, aku yakin dia tahu semuanya.
"Ssst! Ada aku di sini sekarang. Kamu nggak akan sendiri. Aku di sini, Sab. Aku di sini."
Pelukannya semakin erat, diikuti ciuman di atas rabut yang aku sanggul rapih.
Karena pria ini aku mengalami kesulitan. Sebulan penuh menjadi tersangka. Memiliki panggilan pelakor.
Semua berawal dari tujuh bulan lalu.
Di mana aku ditugaskan menemanin atasanku untuk turun langsung pada satu proyek pembangunan di Seminyak, Bali.
Di sana, aku dan dirinya bersikap profesional seperti biasanya. Memang itu apa adanya, mengingat dirinya berstatus suami orang.