Waktu sudah malam saat aku selesai merekam video endorse untuk instagram. Meski ponselku sedang disembunyikan, aku memiliki ponsel khusus untuk pekerjaan. Bonita sibuk merapihkan barang-barang yang berserakan. Beberapa barang yang aku suka dan memang aku gunakan akan aku simpan, sisanya akan aku beri pada Bonita atau Rina jika mereka ingin.
Sambil membersihkan make up di ruang keluarga, suara mobil terdengar dari luar.
Tak lama Aryo muncul dengan buket bunga besar dan kantong logo merk ponsel ternama.
"Hai, Sayang." Dia mengecup kepalaku. "Buat kamu."
Sebuket bunga lily putih yang cantik berada dipangkuanku. Wanginya begitu menyerbak. Ada kartu ucapan dengan tulisan panjang yang hanya aku lihat sekilas.
Aryo mengeluarkan boks ponsel yang masih tersegel. Dia membelikanku ponsel yang lebih mahal dan terbaru daripada punyaku sebelumnya.
"Nomor kamu mau diurus apa beli nomor baru?"
Aku mengedikan bahu melanjutkan membersihkan sisa riasan wajah.
Bonita yang masih berada disekitar kami langsung ikut menyodorkan pipinya. "Cium adinda juga dong pabosss..." serunya.
Aryo terkekeh menggelengkan kepala. "Di cium soang mau?"
"Ishhh... tega kamuhhh!"
Aku tak mempedulikan mereka berdua karena fokus melihat Dio yang bermain di atas karpet.
"Dio, Papi pulang nih!" Aryo beranjak untuk mengambil Dio. Putra kami itu langsung terpekik heboh karena mainannya terlepas tapi langsung tertawa saat Aryo mencium perutnya yang buncit.
Senyumku terangkat melihat pemandangan itu. Aryo adalah ayah yang sempurna. Dia sangat menyayangi Dio dan tahu kapan bisa membuat putranya tertawa lantang seperti itu.
Aryo duduk lagi disampingku, mengangkat Dio agar berpijak di pahanya.
"Anak Papi kok belum bobo sih?" tanya Aryo dengan gemas.
"No, no, no!" dengan gaya dewasa Dio menggelengkan kepalanya.
"Yes, yes, yes, Sayang." Balas Aryo.
Dio memberengut sambil mengulang kata-katanya lagi. Mau tak mau tingkah mereka berdua membuat aku tertawa.
Seperti inilah seharusnya gambaran keluarga kami.
Aku menatap wajah Aryo dari samping. Lelaki ini yang membuatkua jatuh cinta dan mengenal kata perjuangan. Dia yang membuatku bisa merasakan hebat dan sakitnya mengandung. Lalu membuatku merasakan kebahagiaan yang tak ada duanya dengan memiliki Dio.
Sayangnya waktu akan mengakhiri kebersamaan ini. Senyumku terbentuk sendu, tak rela melepaskan momen seperti ini tapi ini yang terbaik untuk semua.
Merasa diperhatikan, Aryo menoleh padaku. Senyumnya begitu lebar dengan binar mata yang terpancar.
Dia mencium keningku begitu lembut. Dio yang memperhatikan ayahnya langsung menubruk wajahku dan ikut menciumku di bibir.
Aku tertawa kecil. Seharusnya kehangatan ini yang Aryo jaga di dalam rumah tangga kami. Tawaku memelan berganti dengan senyum getir.
Ini sedihnya harus memisahkan Aryo dan Dio.
~
Aryo sedang mandi setelah menidurkan Dio. Untuk menjalani peranku agar Aryo tak terlalu curiga, aku kembali menyiapkan lagi pakaian yang dia butuhkan.
Setelah menaruh pakaiannya untuk tidur, mataku menatap pada tas ransel yang Aryo pakai saat kerja. Ada rasa penasaran saat melihat ta situ.
Aku melirik pada pintu kamar mandi yang tertutup. Aryo belum lama masuk pasti dia tidak tiba-tiba keluar dari sana. Menelan ludah pelan, aku mendekati tas miliknya.