The Queen (1)

49.5K 2.7K 141
                                    


Perempuan cantik dengan rambut hitam hampir menyentuh pinggulnya itu turun dari ranjang. Tubuh telanjangnya berkilau terkena cahaya bulan dari balik balkon saat dia mendekat untuk menutup jendela.

Namanya Sidney. Perempuan cantik yang bekerja sebagai karyawan biasa di Ibukota.

Sebelas tahun lalu, tepat dihari ulang tahunnya, sebuah kejadian merubah tujuan hidup seorang Sidney. Awalnya dia hanya ingin bahagia bersama Sang Ibu yang cacat dibagian kaki kirinya. Dia tidak ingin menjadi kaya raya memiliki harta melimpah atau rumah besar bak istana.

Cukup tinggal di komplek sempit dan rumah tiga petak saja dia tidak akan mengeluh jika bersama ibunya.

Tapi, dari kecil takdir hidupnya dipermainkan.

Dulu, Sidney tidak memiliki tubuh selembut dan seramping sekarang. Wajahnya juga tidak secantik dan semulus sekarang.

Sidney yang dulu hanya gadis hitam gendut dengan wajah penuh jerawat dan rambut yang disebut sarang lebah.

Dia ingat bagaimana kejamnya setiap mata melihat dirinya yang hanya ingin berjalan melewati kerumunan dengan tenang. Atau bagaimana sakitnya setiap kata yang terucap kala dia sedang berdiam diri.

Sidney ingat itu semua. Awalnya, dia kira semua tidak akan menjadi masalah. Dia pikir, jika diam maka takdir tidak akan berbuat semakin semena-mena padanya.

Tapi, dia salah. Takdir tidak akan pernah puas melemparinya dengan kenyataan pahit.

Butuh delapan tahun untuk Sidney bangkit dari masa lalu yang menahan langkah kakinya. Dan butuh tiga tahun untuk mempersiapkan diri agar kembali menjadi pribadi yang baru. Kini, dia berada di sebuah kamar hotel paling terkenal di Jakarta. Di lantai teratas, Sidney tersenyum sinis membayangkan masa depan yang dia rancang.

Aku ingin membalasnya. Membalas seluruh rasa sakitku dan Ibu. Akan aku balaskan satu persatu. Aku akan membalasnya. Akan aku lakukan.

Perempuan 26 tahun itu terus bermonolog menatap tajam kelap-kelip lampu gedung di depannya. Tangannya mengepal erat menandakan rasa benci yang besar.

Hingga sebuah pelukan paling hangat menyentuh kulitnya. Kepalan tangannya mengendur, mencoba melemaskan tubuhnya yang menegang.

"Kamu nggak dingin berdiri telanjang di sini?" Suara serak dan berat itu berbisik disamping telinganya.

Sidney tersenyum sinis namun saat menoleh hanya wajah manis dan ceria yang dia tunjukkan.

"Kamu kok bangun?" Suaranya terdengar manja dan manis. Membuat si lelaki menghujamkan ciuman diseluruh permukaan wajah Sidney yang bebas dari riasan.

Sebelum menjawab, si lelaki menenggelamkan wajahnya diceruk jenjang leher Sidney. "Nggak ada kamu."

Sidney tertawa halus mengusap lengan kekar yang memeluknya. "Gombal." Cibirnya.

Pelukan itu semakin erat, sedikit menyesakkan untuknya. Tapi, saat dia merasakan sesuatu yang mengganjal dibongkahan bokongnya, dia menyeringai.

"Aku capek..." Rajuknya dengan sengaja menjauhkan bokongnya dan bergerak gelisah. "Kamu hyper banget, deh..."

Si lelaki tertawa parau. Gerakan Sidney semakin memicu gairah yang ada di dalam tubuhnya. Dengan cepat dia menangkap Sidney masuk ke gendongannya.

Sidney sudah tahu apa yang akan lelaki itu lakukan, dia berpura-pura terpekik kaget mengalungkan tangannya ke leher.

"Ihhh—kamu!" Rengeknya sambil menjambak halus surai hitam tebal yang sangat lembut ditangannya.

"Sekali aja." Ucapnya membawa tubuh Sidney ke atas ranjang yang tak berbentuk lagi.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang