To The Bone (Ale)

36.2K 3K 189
                                    


Aku menutup pintu kamar dengan lemah. Hari-hariku semakin berat dan suram. Bukan hanya tempat kerjaku yang memiliki segudang tugas untuk kuselesaikan, tapi, masalah lainnya yang membuat hariku selalu melelahkan.

Perlahan aku melepas pakaian kerjaku, mencari ponsel dalam tas dan berbaring diatas ranjang empuk tapi rasanya seperti berbaring diatas paku.

Ini menyakitkan, sudah dua bulan ini aku hidup tak tenang. Sangat bukan seperti diriku yang biasanya.

Harusnya seorang Khalela yang biasa dipanggil Ale adalah sosok riang meski suka memasang wajah judes di depan orang yang belum dikenalnya. Harusnya Ale selalu memasang senyum saat bertemu sahabat dan orang terdekatnya. Harusnya Ale... menjadi istri manja yang sekarang sedang menjahili suaminya yang baru pulang kerja.

Itu memang benar Ale. Itu adalah aku. Aku yang dua bulan lalu. Saat mengetahui kalau hidupku tak seindah apa yang aku pikirkan.

Rasa pesimis, terkhianati, kecewa, marah, dan hampa kini mengisi sesak di dalam sana.

Dua bulan lalu, di saat aku masih menjadi Ale yang 24 tahun mereka kenal sedang menyiapkan kejutan. Kejutan untuk sang suami yang selama ini dia percaya untuk bersandar dalam menjalani kehidupan.

Berawal dari membawa kotak kejutan dan makan siang, dia malah dibuat terkejut oleh apa yang suaminya selama ini sembunyikan.

Aku ingat bagaimana rasanya hancur siang itu. Karena rasa itu sampai detik ini masih bisa kurasakan.

Di sana aku melihatnya duduk di sofa ruangannya, mengelus penuh sayang perut besar dari seorang perempuan yang aku kenal baik. Perempuan yang aku pikir tidak pernah akan menjadi alasan aku terluka.

Nyatanya aku salah.

Perempuan itu benar-benar mampu melukaiku.

Dengan caranya... mengandung anak suamiku.

Apa perasaan terkhianatiku hanya sampai itu?

Tentu tidak.

Karena di depan mataku bukan hanya suamiku yang duduk bersama perempuan hamil itu. Tapi... ada ibu mertuaku.

Ibu yang aku sayangi layaknya ibu kandungku. Ibu yang memberi kenyamanan antar ibu dan anak yang tak pernah aku dapatkan sedari kecil.

Sakit sekali rasanya...

Tapi, tidak lebih sakit karena hari itu juga bukan suami yang hilang dariku.

Karena di dalam sana... yang masih sebesar biji kacang harus ikut pergi.

Bayangkan rasa sakit yang harus kutanggung. Dalam satu hari kejutan berbalik untukku.

Aku mengingat lagi, saat aku berlari mengabaikan teriakan suami dan mertuaku. Berlari secepat mungkin agar tajamnya pengkhianatan berkurang di hatiku.

Hingga aku tak sadar, sebuah mobil angkot berjalan cepat dan menabrakku. Membuatku terpental di kerasnya aspal. Membuatku merasakan nyeri luar biasa di bawah sana.

Lalu gelap begitu saja. Meninggalkan banyak langkah dan teriakan memanggil namaku.

Aku terbangun mencium bau obat yang menyengat. Samar-samar aku mendengar bentakan amarah yang kuat dari luar ruangan.

Kepalaku terasa berat dan sebuah lobang besar menganga dihatiku mengingatkan lagi tentang apa yang terjadi.

Aku tahu aku sudah kehilangan...

Aku tahu dia sudah pergi...

Pergi sebelum aku melihatnya, mendengar tangisnya, mendengar suaranya memanggilku... Bunda...

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang