Selesai jam kerja, aku harus dibuat terkejut dengan kehadiran Ardan yang ada di lobi hotel.
Para perempuan front office sudah sibuk menggodaku karena jarang sekali mereka melihat Ardan menungguku di lobi hotel.
Aku tidak ingin dia berada di sini.
Tidak sekarang.
Tapi, menghindarinya secara terang-terangan akan memperjelas hubungan buruk di rumah tanggaku pada orang-orang. Dan aku tidak mau itu terjadi.
Maka dari itu aku melangkah mendekati Ardan yang sudah sadar akan kehadiranku. Ardan bahkan tersenyum melihatku yang berjalah kearahnya.
"Pulang bareng ya?" tanyanya langsung.
Aku berdehem kecil. "Aku bawa mobil."
"Aku yang nggak bawa mobil, Dy."
"Kenapa?" bingungku.
"Aku mau bicara sama kamu."
Nafasku terhela pelan, dengan mata yang menatap sekitar, tentu saja menolak Ardan saat ini tak memungkinkan.
"Besok aja." Kataku.
"Nggak bisa besok-besok. Masalahnya bakalan berlarut-larut kalo begini." Bujuknya.
"Tapi, aku nggak bisa kalo sekarang."
"Kenapa? Kamu ada acara setelah ini? Ke mana?"
Kepalaku menggeleng kecil. "Pokoknya jangan hari ini. Nanti aku hubungin kamu."
"Ayolah, Dy. Mau sampai kapan begini terus?"
"Begini terus?!" sengitku.
Ardan melirik sekitar sebelum menatapku lagi dengan tatapan dalam.
"Makanya ayo kita bicarain dengan kepala dingin."
"Enteng kamu ngomong begitu!"
"Dy—"
"Lho Ar? Jemput bini?"
Kami berdua menoleh pada Mila yang sudah berganti pakaian dan menatap jahil.
Aku mundur selangkah agar menjauhi Ardan, tapi, lelaki itu sepertinya sadar dan langsung menarik lenganku agar bersebelahan.
Mataku hampir saja menatap sinis Ardan dan membentaknya tapi di depanku ada Mila.
"Cieeee~ baikan nih?" godanya.
Ardan tersenyum masam.
"Apa sih, Mil!" sahutku.
Mila tertawa. "Halah, masih aja kayak macan lo! Tuh pangeran udah dateng ke sini. Nggak usah cemberut terus!"
Wajahku semakin kecut mendengar godaan Mila.
"Balik, Mil?" tanya Ardan.
Mila mengangguk. "Iya nih, bedanya gue balik selalu sendiri. Nggak di jemput-jemput kayak Audy." Desahnya dramatis. "Ya udah gue duluan ya! taksi gue udah sampai kayaknya."
Mila melambai kearahku dan Ardan lalu pergi begitu saja.
Aku melepas pegangan tangan Ardan dan kembali menatapnya.
"Aku tetap mau pulang sendiri." Kataku.
Ardan menarik nafas panjang, dia menarik tanganku menuju lobi basement.
"Orang-orang udah lihat kita. Nggak mungkin kamu pulang sendiri tanpa aku." Bisiknya pelan.
Ardan benar-benar memanfaatkan keadaan.
Beberapa pegawai hotel yang berpapasan menyapa kami berdua. Aku tetap tersenyum pada godaan mereka. Sedangkan Ardan ikut menimpalinya.
Meski jarang terlihat, Ardan mengenal teman-temanku di hotel. Dia juga bisa dengan mudah berbaur karena itu memang keahliannya bersikap ramah di depan orang-orang.