Wallpaper hpnya Biru mukanya Mbak Sidney.
***
"Bi, udah dong... aku capek..." Rengekan lirih itu membuat pria yang masih sibuk mengecup setiap jengkal kulit basah perempuan dibawahnya berhenti.
Dengan nafas terengah juga birahi yang tak kunjung surut, Biru harus menahan keinginannya untuk terus mengejar puncak kenikmatan. Arti kata puas sangat jauh dalam benak Biru jika berhubungan dengan perempuan di bawah tindihannya ini.
Tapi, meski nafsu liar seperti kuda, Biru masih punya hati untuk tega melihat Sidney kekasih pujaannya benar-benar lelah melayaninya. Lihat saja sekarang, setelah rengekan lirih itu Sidney langsung jatuh tertidur tanpa peduli Biru masih dengan gairahnya sedang menatapnya merana.
Biru menunduk sejenak melihat miliknya yang masih mengeras. Dia mengumpat pelan merutuki nafsu liarnya pada kekasihnya itu. Biru sadar diri, dia tidak bisa memaksa Sidney mengingat sudah tak terhitung berapa kali dia mengatakan "sekali lagi".
Dengan terpaksa tapi juga tidak tega pada kekasihnya, Biru turun dari ranjang. Dia butuh air dingin sekarang juga. Memaksa Sidney demi kepentingannya tidak akan dia lakukan.
Sejenak Biru memandangi Sidney yang tertidur karena lelah. Memandangi Sidney setiap usai sesi bercinta adalah satu dari banyak kegiatan yang membuat Biru kecanduan. Wajah damai itu selalu membuat hatinya menghangat namun berdetak menyenangkan.
Biru tidak akan munafik jika dirinya jatuh sejatuhnya pada pesona Sidney. Dia tidak malu atau merasa egonya terlukai, karena dia sadar dia sudah kalah pada namanya cinta.
Secepat Sidney membuatnya berlutut, secepat itu juga keputusan Biru mempertaruhkan masa depannya.
Ingatannya kembali pada kejadian siang ini. Tentang Helena dan pertunangannya. Harus ia akui, membatalkan pertunangan tidak bisa semudah apa yang dia katakan. Sekali lagi, campur tangan kedua keluarga besar ada dalam hubungan mereka. Meski ini hidupnya, Biru juga perlu dukungan untuk mundur dari pertunangan ini.
Biru memang bajingan. Dia sangat menyadari akan hal itu. Dulu, dirinya yang menjadikan Helena kekasihnya saat remaja. Hubungan mereka baik-baik saja dan bagi Biru dia masih bisa mentolerir sikap menyebalkan Helen.
Perjalanan kasih mereka juga bisa dikatakan menyenangkan, sampai di ujung akhir masa putih abu-abunya sebuah tragedi menghampiri. Tragedi yang mengubah perasaan Biru pada Helena. Yang akhirnya membuat Biru mati rasa pada perempuan cantik itu.
Biru jadi ingat masa kelam itu.
Benar-benar kelam karena memberinya trauma dan penyesalan tak bertepi. Biru tidak bisa lupa hari di mana dia melihat raut wajah meminta pertolongan juga harapan besar yang ditujukan padanya. Biru tidak akan lupa bagaimana bingungnya dia berdiri harus memilih.
Hingga akhirnya, penyesalan datang. Penyesalan yang merubah kehidupan Biru seluruhnya.
Tanpa sadar Biru mengepalkan tangannya. Nafasnya kembali memburu karena jutaan emosi yang tak bisa dia ungkapkan.