Regret

49.4K 3.7K 732
                                    

Di balik gelap malam dan hujan lebat, seorang pria masih berdiri tegang di depan pintu rumahnya sendiri.

Rumah dua tingkat yang cukup besar hasil dari kerja kerasnya selama bertahun-tahun mencari uang.

Di mulai menjadi sales, lalu kini berakhir menjadi manager pemasaran. Tahun-tahun berat penuh keringat sudah dia lewatin.

Sekarang, di umur ke 42 tahun, seharusnya sudah memasuki massa tenang.

Memiliki pekerjaan enak, rumah nyaman, keluarga lengkap.

Rafadhan Azamir memiliki itu sebenarnya.

Tapi, sifat manusia yang tak pernah puas menjadikan dirinya di sini.

Berdiri tegang ketakutan jika dia harus di tinggalkan.

Dengan langkah ragu, dirinya mencoba meyakinkan diri jika semuanya baik-baik saja. Semuanya masih bisa diperbaiki.

Keadaan rumah begitu sepi karena para penghuni sudah beristirahat di kamarnya masing-masing. Rafa menapaki anak tangga dengan jantung yang berdegup kencang. Memikirkan seribu kalimat yang harus dia katakan nanti.

Saat melewati satu pintu yang penuh hiasan ala remaja, dia berhenti sejenak. Menatap pintu itu dengan tatapan menyesal selama satu menit. Setelah itu dia berjalan lagi.

Rafa tertegun saat berdiri di depan pintu, dia sadar jika kesalahannya tak bisa dimaafkan. Kesalahan yang dia perbuat sangat fatal. Tapi, dirinya tidak bisa pergi. Karena dia tahu, jika dia kehilangan ini semua, dia tidak akan memiliki apa-apa lagi.

Ini bukan tentang harta...

Melainkan keluarga.

Keluarganya.

Satu tarikan nafas dia hela sebelum membuka pintu kamarnya.

Hanya lampu tidur yang menyala, menemanin sosok wanita yang terduduk dipinggir ranjang.

Rafa melihat dengan jelas getar dari bahu kecil itu. Sosok berambut panjang itu sedang menangis tanpa suara.

Dan detik itu juga, Rafa kehilangan orientasinya.

Hanya penyesalan yang dia punya saat ini.

Maka dengan tak tahu malu lagi, dia merengsek maju dan berlutut di depan wanita yang menahan tangisnya dengan dua telapak tangan.

Rafa mendongak, hatinya sangat amat sakit melihat wanita itu menangis.

Wanita yang sudah menemaninya selama 18 tahun ini. Menangis karena kebodohannya sebagai seorang pria.

"Maaf..."

Dan hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya. Karena dia tidak tahu apa lagi yang bisa dia ucapkan.

Tidak ada pembelaan.

Karena di sini ia bersalah.

Sangat bersalah.

Wanita itu menatapnya. Begitu terluka dan kecewa. Membuat tamparan keras yang tak kasat mata pada Rafa.

"Aku kurang apa?" Lirih wanita itu.

Tidak, tidak! Dia tidak memiliki kekurangan sedikit pun.

Dia wanita cerdas, lembut, penyayang, dan sabar.

"A-aku—"

"Kenapa kamu tega banget, Pah?"

Wanita itu menutup wajahnya, kini menangis disertai suara yang begitu menyakitkan.

Dan akhirnya, Rafa hanya bisa diam. Ikut menangis menyesali kelakuannya selama ini.

Dia sendiri yang sudah menghancurkan hati wanita di depannya. Wanita yang dia pilih untuk menemanin sisa hidupnya. Yang dia janjikan kebahagiaan jika memilihnya. Yang dia beri status sebagai istrinya. Tapi, dia juga yang mengkhianati wanita itu.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang