Alana menghempaskan tubuhnya diatas ranjang. Tubuhnya begitu lelah akibat olahraga sorenya mengelilingi apartement sebanyak sepuluh putaran. Peluh keringat tercetak jelas di wajah dan rambutnya yang lembab.Tadi siang, saat menenangkan diri di dalam toilet restoran, Alana harus dihantam kenyataan melihat kehadiran Edo yang sedang mengusap sayang kepala Fiola sambil bercakap hangat dengan Kiara.
Alana mematung melihat pemandangan itu. Suasana ceria sangat jelas mengelilingi meja yang sempat dia duduki. Tatapannya semakin nanar karena mengingat dirinya sebagai perempuan hina dalam hubungan sahabatnya.
Perasaan menyesal dan marah pada diri sendiri membuat Alana pergi dari restoran tanpa sepengetahuan Kiara. Dirinya hanya mengirim pesan jika ada sesuatu yang tiba-tiba harus dia urus. Untungnya Kiara tidak membombardir pertanyaan pada Alana.
Bukannya kembali ke kantor, Alana memilih mengelilingi kota Jakarta sampai sore. Tidak peduli bensin yang terbuang sia-sia atau macet yang padat di ibukota. Sepuasnya dia mengelilingi Jakarta, akhirnya dia kembali ke apartement. Mengganti pakaiannya dan memilih berlari memutari apartement.
Salah satu cara Alana untuk mengurangi rasa nyeri di hatinya adalah berlari. Seperti selama ini yang dia lakukan. Berlari dari kenyataan.
Alana memutar kembali kenangan bersama Edo. Dulu, dia bertemu Edo si judes biang rusuh yang selalu mencari masalah dengan berantem dan tawuran disekolah. Alana sebagai teman sekelas yang jengah melihat tingkah preman Edo akhirnya menyadarkan pemuda itu dengan cara menegurnya di depan banyak murid.
Edo bukannya tersinggung namun memilih mengganggu Alana balik. Edo remaja memilih mengintili Alana kemanapun sampai akhirnya, pertemanan yang berawal menyebalkan semakin kuat hingga mereka beranjak dewasa.
Di mata Alana, Edo adalah lelaki yang tidak pernah puas dalam sebuah hubungan. Lelaki itu selalu mencari versi terbaiknya dengan pindah hati ke sana ke mari. Sampai akhirnya, dia bertemu Fiola.
Alana dan Edo bertemu Fiola saat sedang liburan ke Swedia. Awalnya Edo yang menyadari kehadiran Fiola yang terlihat manis dalam balutan baju musim dingin. Melihat kesempatan yang besar saat mengetahui gadis itu adalah anak dari duta besar di negara itu. Sampai akhirnya, mereka bertemu di Jakarta dan menjalani pendekatan ala Edo si lelaki yang terkadang hangat, terkadang dingin.
Saat itu, Alana menyadari sesuatu. Ternyata bukan hanya Fiola yang jatuh pada pesona Edo, namun dirinya juga ikut terjatuh. Bedanya, Alana sudah mengalami debaran itu jauh sebelum Edo bertemu Fiola. Dia selalu menyangkal debaran itu. Tapi, melihat betapa seriusnya Edo pada Fiola membuat sakit dihatinya begitu menyedihkan.
Dia cemburu. Tapi, dia telat. Edo selalu menyebut Fiola adalah perempuan yang berbeda dari semua perempuan yang dia kencani. Dari situ, Alana tahu diri.
Mengubur perasaan bukanlah hal mudah. Apa lagi harus bertemu sang pujaan hampir tiap hari. Menjadi saksi mata orang yang kita cintai bersama orang lain. Dan Alana, menjalani harinya seperti itu.
Pada akhirnya, berita seperti palu godam menimpa Alana. Lelaki yang dia cintai diam-diam akan melamar kekasihnya.
"Aku mau melamar Fiola. Kayaknya emang ini waktu yang tepat buat jalanin kehidupan baru."
Itu katanya saat makan bersama dengan Alana di apartement ini.
Alana hanya bisa tersenyum kaku dan mendoakan segalanya untuk kebahagiaan Edo.
Menjauh adalah persiapan yang Alana lakukan untuk menguatkan hatinya. Dia mengisi amunisi agar saat bertemu lagi dengan Edo diatas pelaminan, dia akan kuat. Tapi, apa yang dia lakukan ternyata membuat Edo berpikir lain.