21+
Rehan terus bergerak mencari kenikmatannya. Aku hanya bisa pasrah sambil mendesah. Lelah sudah pasti karena aku tidak yakin sudah berapa jam Rehan terus menggodaku lagi dan lagi. Peluh keringat begitu jelas di kulit kami. Tetesan air juga jatuh diujung rambutnya saat dia menunduk menatapku penuh gairah.
Aku meremas lengannya yang mengukungku. Dibalik cahaya lampu tidur, dia beribu kali lipat lebih tampan. Rehanku. Hanya milikku seorang.
Dia mengerang kencang sambil menyentakkan miliknya dengan keras. Semburan hangat aku rasakan sebagai bukti puasnya di dalam tubuhku.
"Cinta kamu." Bisiknya dibalik lekuk leherku.
Aku tersenyum lebar dan mengusap bahunya dengan lemah. Tubuhku rasanya enggan digerakkan dulu. Rehan memang lelaki terpanas yang hadir di hidupku. Gairahnya sulit sekali padam walaupun berkali-kali mencapai kenikmatan. Baginya tidak ada kepuasan dalam bercinta denganku. Selalu ada kata lagi dan lagi.
Merasa beruntung memilikinya? Tentu saja. Dia yang diidamkan para wanita disekililingnya hanya bisa aku miliki seorang. Aku perempuan egois, tidak ada kata berbagi di dalam kamus percintaanku.
Sama dengan Rehan, dia tidak suka membagi diriku untuk lelaki manapun. Karena itu dalam hidupku hanya berputar pada dirinya.
Rehan menggeser tubuhnya dan menarik kepalaku untuk berbantal di lengannya.
"Tidur, Sayang. Besok harus berangkat pagi." Ucapnya lembut dengan nada lemah. Dia pasti mulai mengantuk.
Aku mengusap dadanya, degupan jantung masih terasa cepat. Tapi tidak lama dia bisa mengatur degupan jantungnya lalu deru nafasnya mulai tenang. Dia sudah tertidur.
Dengan pelan aku bangkit dari ranjang dan melirik ponselku yang tiba-tiba menyala karena pesan masuk. Aku memicingkan mata saat menangkap jam di ponsel. Ternyata sudah jam 2 pagi. Yang aku ingat tadi kami memulai semuanya sekitar jam 9 malam.
Aku berdecak kagum dengan gairah Rehan yang luar biasa. Dia benar-benar lelaki panas di ranjang.
Dengan langkah pelan menahan ngilu dipangkal paha dan nyeri di pinggul, aku berjalan ke kamar mandi. Aku kurang suka tidur dengan selangkangan yang lembab. Rasanya mengganjal.
Sambil mengusap bagian selangkangan, aku mulai mengingat pertemuan pertamaku dengan Rehan. Waktu itu aku baru saja keterima bekerja di perusahaan arsitektur terbaik di Ibukota. Rehan adalah seniorku di divisi bagian keuangan.
Benar, kami satu kantor dan satu divisi. Bahkan kubikel kami saling berhadapan.
Dan karena itu, hubungan kami harus ditutupi dari publik. Tidak ada satu orangpun yang tahu tentang hubungan kami kecuali keluarga Rehan dan keluargaku. Aku awalnya sedikit terganggu, karena pada pasalnya, aku tidak suka backstreet. Aku penganut semua orang harus tahu status kami. Karena dengan begitu, aku sudah meminimalisir orang ketiga yang mau main-main dengan kekasihku.
Tapi bersama Rehan semua terasa benar dan indah. Walaupun satu kantor tidak tahu pada hubungan spesial kami, Rehan selalu menjaga kepercayaanku. Dan semuanya selalu dia buktikan kalau hanya diriku saja yang ada di hatinya.
Aku mencintai Rehan. Dia pribadi yang hangat dan jantan. Dulu aku pernah diganggu oleh preman saat sedang memilih indekos yang dekat dengan kantor, Rehan yang habis menjenguk teman semasa kuliahnya tidak sengaja lewat melihatku. Dia langsung membela dan melindungiku. Bahkan dia sempat adu otot dengan preman itu. Lawan Rehan memiliki tubuh kurus kering sehingga pertarungan dimenangkan Rehan dengan mudah. Dari situ aku sudah jatuh cinta padanya.
Atas saran Rehan, aku disuruh memilih tempat tinggal yang satu kawasan dengannya. Gedung 5 lantai itu seperti apartement namun tempatnya lebih kecil. Setiap lantainya hanya ada 7 kamar saja. Biaya sewanya cukup masuk akal mengingat fasilitasnya yang menjanjinkan. Jaraknya dengan kantorku juga tidak jauh. Yang membuatku dengan cepat memilih tempat itu adalah Rehan juga tinggal di sana. Bahkan kamar kami saling bersampingan.