Love In Parallel 6

9.1K 805 59
                                    

Besoknya Sagara menemui Subiyanto di ruangannya.

"Kenapa Saga?"

Sagara menatap pria tua yang masih terlihat bugar itu. Dia sangat amat menghormati sosok Subiyanto karena selama ini, hanya Subiyanto yang menjadi tempat sampah curhatan hidupnya.

Di masa depan, Subiyanto mengetahui seluruh cerita hidup Sagara. Karena hal itu juga yang mendekatkan mereka berdua. Karena di mata Subiyanto, lelaki muda itu bukan hanya anak buah yang menggantikan posisinya di perusahaan. Melainkan sahabat dan keluarga.

Sagara sangat bersyukur memiliki Subiyanto saat hidupnya tak memiliki senderan.

Di masa depan Sagara tak memiliki tempat keluhan lagi karena keadaan Feri yang tertuduh sebagai pelaku korupsi. Dan hanya Subiyanto yang membuka tangan lebar menerima dirinya yang tak berperasaan.

"Ada yang mau saya bicarakan."

"Tentang?"

"Dito."

Subiyanto menarik kedua alisnya tinggi. Tertarik untuk mendengar apa yang akan lelaki itu bicarakan.

"Kunci pintunya." Suruh Subiyanto yang langsung dituruti oleh Sagara.

Mereka saling bertatapan saat Sagara memulai ceritanya.

Sepanjang Sagara bercerita, tak sedikit pun Subiyanto memotongnya. Pria paruh baya itu dengan serius mendengar Sagara bercerita sampai akhir.

"Kenapa kamu bisa seyakin itu?"

Meski dia menyukai Sagara dari caranya bekerja, tak semudah itu membuat Subiyanto mempercayainya.

"Selena pernah dekat sama Deril. Dan dia saksi yang melihat ada niat Deril buat melakukan penggelapan." Jelasnya.

"Gimana yakin itu buat Feri dan Dito." Subiyanto menarik nafas panjang. "Sagara ini tuduhan yang serius."

"Saya tau dan saya terima konsekuensi dari ucapan saya." Tegas Sagara.

Subiyanto menarik nafas lagi. "Saya bisa mengusut tapi ini baru berasal dari tuduhan tanpa bukti. Jadi, saya takut ini tak terbukti dan menyebabkan perpecahan di kantor."

"Kalau gitu akan saya buktikan sendiri. Sagara berdiri. Saya bercerita ini hanya memberitau kalau di tim memang udah ada perpecahan."

"Sagara..."

"Saya permisi, Pak." Sagara langsung berbalik dan keluar.

Meninggalkan Subiyanto yang mengusap wajahnya lelah.

***

"Kamu ada waktu?"

Sagara hari ini pulang lebih cepat guna menemui adik tirinya—Jiel. Dia bahkan tadi hanya mengantar Selena sampai stasiun saja karena memang buru-buru ingin bertemu Jiel.

Remaja 16 tahun itu agak terkejut melihat Sagara yang sudah berpakaian rumahan menyapanya di teras.

"Ada, Mas." Jawab Jiel.

Untuk pertama kalinya Jiel berbicara berdua saja dengan lelaki itu. Selama menjadi adik tirinya, Sagara tak pernah menganggap Jiel ada.

Tangannya sudah basah karena gugup saat Sagara mengajaknya bicara di dalam kamar Jiel.

Sagara duduk di pinggir ranjangnya sambil memandangi isi kamar Jiel. Untuk ukuran remaja, Jiel memang rapih. Seluruh bukunya tertata rapi di rak atas komputernya. Dindingnya juga bersih tanpa poster. Namun di meja belajarnya ada piguran foto seorang perempuan yang menggendong bayi baru lahir. Sagara bisa menyimpulkan siapa perempuan itu karena wajahnya sangat mirip dengan Jiel.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang