Biru sedang merapihkan beberapa kertas di atas mejanya saat pintu ruangannya terbuka lebar dengan kasar."Siapa dia?"
Menatap datar si tamu tak di undang, Biru kembali melanjutkan apa yang dia lakukan sebelumnya.
"Biru! Siapa dia?!"
Wanita itu terlihat kacau, sangat jelas dari wajah merah penuh emosi serta nafasnya yang menderu keras.
Helena.
Dengan hati panas dia mendatangi kantor Biru tunangannya setelah mendapat kabar tidak enak —jika kemarin siang, Biru didatangi seorang perempuan luar biasa cantik dan tidak keluar tiga jam lamanya di ruangan Biru. Belum lagi laporan dari orangnya mengatakan jika perempuan itu keluar dengan pakaian yang 'sedikit' tidak rapih. Hanya orang tolol yang tidak bisa menebak apa yang mereka lakukan selama tiga jam lamanya.
Dan di sinilah Helen berada. Dia tidak tahan harus berlaku seperti wanita yang diinginkan Biru. Selama ini dia berusaha keras agar pantas disamping Biru, tapi, bertahun-tahun sudah dirinya menunggu cinta Biru, pria itu tak kunjung memberikannya.
Helen masih bertanya, apa yang salah dengan dirinya? Dia wanita cantik, cerdas, dan impian seluruh lelaki. Jangan lupakan bibit, bebet, bobot yang ada dibelakang namanya.
Selama ini, Helen hanya menginginkan Biru. Pria itu cinta pertamanya sejak mereka berkenalan di umur 10 tahun. Sekeras mungkin Helen menempatkan dirinya agar terus bersama Biru, sampai pria itu sempat melunak dan menjadikan Helen kekasihnya.
Tapi, ada sesuatu yang terjadi. Membuat Biru yang sudah berada di genggamannya harus terlepas karena satu kejadian.
Sampai sekarang, Helen tidak melupakan kejadian dirinya harus kehilangan kepercayaan dan hati Biru.
Namun, meski dirinya berhasil mengikat Biru menjadi tunangannya, Helen selalu sadar kalau Biru bukan miliknya.
Bertahun-tahun dia merasakan betapa jauhnya Biru untuk digapai. Sampai rasanya dia ingin menyerah saja, ingin mengatakan jika dia tidak ingin Biru yang dewasa. Tapi, Biru remaja yang masih mau membagi tawa bersamanya.
Dalam hati Helen mengutuk kenangan remajanya. Dulu harusnya terasa indah, sebelum sebuah kejadian merenggut semuanya.
"Ini udah keterlaluan, Bi! Kamu berani selingkuh sedangkan kita bertunangan! Kamu pikir aku apa?!"
Biru menghela nafasnya. Dia benar-benar muak ingin mengakhiri apa yang dia punya dengan Helen. Tapi, dia sadar tidak semudah apa yang dia pikirkan.
"Kamu permaluin aku kemarin di depan orang-orang aku masih bisa sabar. Aku masih bisa tutup telinga aku dari semua orang yang ngomongin betapa konyolnya aku berdiri disamping kue besar bertulisan nama kamu dan ternyata kamu sama sekali nggak ada di sana!"
Ada dua keluarga yang sudah merekat dari sebelum dirinya dan Helen bersama.
Tapi, mau bagaimana lagi? Keadaan sudah tidak senyaman seperti apa yang dia rasakan.
Jika saja dulu Sidney tidak hadir dalam hidupnya, mungkin Biru masih bisa bertahan bersama Helen. Dia tak mengapa berada di samping Helen meski hatinya kosong, dia bisa menahan itu. Tapi, sekarang ada Sidney. Wanita yang berhasil membuatnya menyerahkan seluruh hati untuk pertama kali di hidupnya.
Biru berbeda dengan banyak pria lainnya. Biru bukan pecinta wanita yang mudah menaruh hatinya ke mana-mana. Dia lebih menikmati kebebasan dan lingkungan pertemanan yang dia punya.
Dulu sekali, Biru memang menjadikan Helen sebagai kekasihnya. Itu karena rasa nyaman akibat hanya Helen perempuan yang bertahan dengannya. Yang selalu ada disampingnya dan mampu tidak membuat dia risih.