Segitiga Bermuda

19.6K 1.2K 154
                                    

Hatiku rasanya tak tenang sejak terjadi kecelakaan Lili. Bukannya terlalu percaya diri, tapi, aku merasa kecelakaan ini ada sangkut pautnya dengan diriku.

Aku mengurutkan kejadian yang terjadi sejak awal.

Pertemuanku dengan Baskara yang murni hanya atasan dan bawahan. Rasa kagum padanya yang menimbulkan rasa suka. Lalu berhubungan dengan lelaki itu dan tidak lama perjodohan Baskara terdengar.

Aku masih ingat hari-hari di mana aku sering menangis karena hubungan kami harus berakhir seperti itu. Baskara terus memohon padaku kalau pernikahannya hanya sementara dan memintaku menunggunya. Tapi, menaruh harapan pada lelaki yang sudah menikah juga mengerikan.

Sampai akhirnya Lili sendiri yang datang memintaku. Sama seperti Baskara, dia datang membawa wajah lelah dan kacau. Diiringi tangisan yang membuatku berpikir, pernikahan yang mereka lakukan tidak akan bisa melibatkan perasaan.

Aku tidak akan sejauh ini berani mengambil langkah tetap menjadi kekasih Baskara tanpa pemikiran. Meski aku tahu apapun yang aku katakan hanyalah alasan dari sebuah pembenaran.

Tapi, dari semua pilihan di depan mata. Memilih Baskara terasa tepat dan benar.

Apa yang Baskara berikan dan tawarkan tak pernah aku rasakan pada orang lain. Caranya dia melihatku membuat aku merasa inilah seorang Cassalin.

Seorang Cassalin yang selama ini aku cari.

Dan sekarang... di dalam perjalanan cinta yang rumit ini. Aku tahu hati dan otak selalu berjalan bersebrangan. Di mana logikaku seringnya terkalahkan oleh suara hati.

Di kepala aku ingin pergi. Membangun kehidupan seorang Cassalin yang baru lagi. Tapi, di hatiku, aku tahu kalau aku sudah terlalu jatuh pada pesona Baskara dan tak bisa bangkit pergi darinya.

Aku benci diriku. Di mana aku terlalu bodoh dalam urusan cinta. Segala harga diri yang aku bangun terhempaskan begitu saja karena kebodohanku.

Tapi, untuk kali ini. Aku tak bisa diam.

Jika ini menyangkut nyawa seseorang, aku tak bisa pura-pura tak tahu. Apa lagi melepas tangan seakan aku tak mengenal siapa kawan dan lawan.

Jadi, di sinilah aku.

"Ca-cassalin?"

Aku tersenyum tipis menikmati wajah terkejutnya.

Dia menoleh ke sekitar ruang makan VIP di sebuah hotel ternama.

"Kamu..."

"Ada yang mau aku tanyakan."

"Dari mana kamu tau aku ada di sini?" tanyanya saat aku duduk di depannya.

Karina Murni Sarasvati.

Anak pengusaha berlian yang baru saja menikahi salah satu anak sulung konglomerat. Terkenal di kalangan dunia sosialita, kesukaannya pada belanja dan hidup membuatnya tak sulit untuk dikenali.

Di tambah dia sudah menjadi menantu pertama keluarga Sudji.

Selain itu... Karina adalah temanku. Atau mantan temanku. Apapun itu, aku membutuhkannya.

"Nggak sulit menebak." Acuhku.

Karina mendengus tak kentara. Umur kami memang sebaya dan sejak dulu aku tahu kalau Karina memiliki tempat-tempat rutin yang ia kunjung. Contohnya, makan siang di hotel yang sama sepanjang hidupnya.

"Selamat atas pernikahanmu..." gumamku pelan.

Raut wajahnya berubah ketus dan jelas memandangku kesal. "Hm. Terima kasih."

"Aku senang akhirnya kalian menikah."

"Wajahmu mengatakan sebaliknya!"

Aku tersenyum tipis menatap wajah Karina yang cantik mulus dengan kalung mutiara yang mempercantik leher jenjangnya. Rambut cokelat terangnya yang panjang di tata begitu cantik membingkai wajah ovalnya.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang