Kadang aku bingung, kenapa harus dia?Kadang aku bertanya, kenapa harus bertahan?
Kadang aku berpikir, kenapa bisa?
Menatap dia yang selalu ada disampingku. Memastikan dirinya selalu berada disekitarku. Walau mata dan hatinya tertuju pada sosok lain.
Sosok yang menurutnya sukar digapai. Yang menurutnya terlalu berharga. Dan dimatanya selalu bagai bintang terindah di galaksi.
Aku iri, ingin sekali hatiku berteriak jika aku ingin dipandangi seperti itu. Aku ingin disoroti hujaman cinta. Ingin binar bahagia hanya untukku.
Tapi, aku terlalu banyak berkhayal. Sampai kapan pun aku tidak akan mendapatkan apa yang aku inginkan.
Karena aku bukan Jihan Pertiwi. Aku adalah Athaya Runa.
Meski aku adalah kekasihnya, tidak akan pernah ada namaku di hati dan pikirannya.
Aku meringis dalam hati merasakan nyeri yang tak tertahan kala pujaan hati yang hanya berjarak sejengkal dari tempat dudukku terus memandang penuh puja pada perempuan di depan kami.
Ya, semiris ini kisah asmaraku. Kekasihku mencintai sahabatku sendiri. Hati Junot Gama hanya tertuju untuk Jihan.
Lebih mirisnya adalah Junot tidak menutupi perasaannya dihadapanku. Aku hanyalah kekasih yang menjadi tameng agar dia bisa selalu dekat dengan pujaannya.
Bodohnya, aku membuka lebar tanganku menyambut hadirnya yang menyakitkan. Aku membiarkan hatiku tersakiti tiap detiknya demi dia berada disampingku.
"Gimana? Liburan ke Bali tiga hari dua malam? Sebelum wisuda!" Usul Hera salah satu sahabatku.
Aku melirik Junot yang juga melirikku. Bisa kurasakan tangan besarnya merayap ke pahaku dan memberi remasan di sana. Bukan maksud menggodaku tapi maksud untuk menyetujui usulan dari Hera.
Senyumku tertarik masam. Tentu saja ini adalah usulan sangat menguntungkan untuk Junot.
"Kapan?" Tanyaku pelan menganduk es teh manis yang masih penuh.
Jihan menyampirkan ujung hijabnya. Mataku terus mengikuti gerak-geriknya. Dalam hati mendesah iri pada perempuan itu.
Dia sangat cantik dan anggun memakai hijab berwarna hitam yang membentuk wajah putih bersihnya.
Berbeda denganku yang masih senang mewarnai rambut setiap bulannya.
"Seminggu sebelum tanggal wisuda aja. Gimana, Tha?" Kini mata Hera dan Jihan menatapku lekat.
Aku mengangguk kaku. "Boleh... gue bawa Junot ya?"
Hera langsung menyetujuinya dan Jihan juga tidak terlihat keberatan akan itu. Aku melirik lagi Junot yang menatapku penuh terima kasih.
Biar kuceritakan sedikit tentang kisah menyedihkanku sebentar...
Aku Athaya, memiliki duu sahabat bernama Hera dan Jihan. Kami saling mengenal saat masa awal kuliah. Karena mata kuliahku sepaket, aku dan mereka menjadi akrab.
Sedangkan Junot adalah ketua angkatan jurusanku. Dia yang paling tampan dari seluruh lelaki di angkatanku. Dia tinggi tegap dan berkulit putih. Memakai kacamata yang tak menyembunyikan mata tajamnya.
Semua orang menyukai Junot, tak terkecuali aku. Bukan hanya menyukai, tapi aku tergila-gila padanya.
Perihal dia pernah menolongku yang hampir kecopetan saat pulang menuju tempat kost. Aku langsung jatuh cinta dan sering memperhatikannya.
Semester lalu, Junot mendekatiku. Tidak ada angin dan hujan, lelaki itu menyatakan ketertarikannya.
Aku percaya di detik pertama dia bilang aku berbeda dari perempuan lainnya. Aku percaya di detik dia bilang ingin memulai hubungan bersamaku. Aku sangat mempercayainya.