05 Witch

672 4 0
                                    

Rasanya ketika naik sapu terbang itu sangat menakjubkan, terbang adalah hal yang mustahil bagi manusia biasa. Dan dapat kesempatan menaiki sapu terbang bersama dengan Nyonya Mely adalah hal yang paling berkesan untukku. Sapu terbang adalah harta karun bagi penyihir dan tidak dapat di beli dengan uang atau di sembarang tempat.

Aku duduk di belakang nyonya Mely memegang pinggulnya yang sangat nyaman rasanya. Gugup dan takut tentu saja aku rasakan, karen ini adalah pertama kalinya aku terbang menaiki sapu terbang dan yang membuatku gugup adalah pinggulnya nyonya Mely yang terasa pas dan enak untuk di pegang. Tetapi aku lihat nyonya Mely biasa saja.

Dari depan kastil nyonya Mely kini sudah jauh dari sana, padahal baru sekitar 15 menitan. Dengan terbang memang sangat cepat jika di bandingkan dengan berjalan di darat. Nyonya Mely nampak santai dan terbiasa mengendalikan sapu terbangnya. Aku di belakangnya melihat-lihat pemandangan indah di bawahku.

Hutan masih terpampang indah dengan aneka ragam isinya. Matahari bersinar semakin terang dan membuat hawa dingin di pagi hari menghilang, aku tak lagi mengigil. Tak lama kemudian ada pemukiman warga desa di sekitar kota entah apa namanya. Nyonya Mely terbang ke salah satu pohon besar dan turun di bawahnya, agar tidak mencolok.

"Ayo turun Vyn... Bisa bahaya kalau ada yang lihat kita punya sapu terbang" Nyonya Mely.

"Kota apa di sini nyonya?" Aku.

"Namanya kota Cemara, dan kota ini adalah kota umum siapa saja boleh masuk jika membayar, tapi untuk penyihir seperti kita gratis kok, Ohhhh... Iya, nanti kau ikutin aja apa kata-kataku ya Vyn? Biar semuanya menjadi gampang" Nyonya Mely.

"Saya nggak faham nyonya" Aku.

"Nanti pas di tanya-tanya sama pengujinya, kau cukup menjawab dengan anggukan atau iya gitu aja oke?" Nyonya Mely.

"Baik nyonya..." Aku.

Dari sini aku dan nyonya Mely berjalan kaki sampai jalan raya, menaiki kereta kuda untuk sampai di Kota Cemara. Di sepanjang jalan menuju kota kanan kiri jalan banyak pemukiman warga, dan juga pertokoan serta restoran mewah atau yang biasa, dan juga penginapan serta hotel juga ada. Jalannya terbuat dari ubin batu membuat landai saat kereta melewatinya.

Sesampainya di gerbang kota nyonya dan aku turun untuk melapor ke penjaga. Penjaga itu menyuruh langsung masuk saja, benar kata nyonya kalau penyihir gratis kalau masuk kota. Di dalam kota ada peraturan kalau kereta di larang masuk jadinya bagi para penduduk kota atau pun yang berkunjung mau tak mau harus jalan kaki.

Aku dan nyonya Mely pun masuk ke dalam kota lewat gerbang seperti para warga atau pengunjung kota lainnya. Di dalam kota pemandangan berubah drastis, kalau di luar kota banyak pohon dan hutan, tetapi di dalam kota Cemara ini hanya ada satu jenis pohon yaitu pohon cemara berbagai ukuran. Jalan utama kota terbuat dari ubin batu berkualitas dan warnanya bervariasi antara hitam dan abu-abu.

Tidak ada trotoar karena jalan utama ini hanya pejalan kaki saja yang melewatinya, di sisi kanan kiri jalan ada pohon cemara yang tingginya sekitar 1 sampai 2 meter dan di pangkas bermacam-macam bentuk. Yang paling tinggi berada di kanan kiri pintu gerbangnya, membuat tatanan kota ini unik dan bagus serta memanjakan mata.

Bangunan-bagunan rumah dan lainnya juga sudah terbuat dari batu bata dan beton serta plesteran dan juga cat-cat. Aristekturnya kebanyakan model minimalis untuk kalangan biasa dan seperti kastil atau istana kecil untuk yang kalangan atas. Ada toko-toko kecil bermacam jenis mulai dari pakaian, armor, senjata, potion dan herbal dan lainnya.

Dari wilayah perumahan aku dan nyonya Mely sampai di wilayah utama kota Cemara, alun-alun yang berupa berumput hijau nan luas di tengah-tengahnya ada patung naga besar sekali. Lapangan alun-alun ini di kelilingi tempat atau bangunan-bangunan yang penting seperti Kantor Walikota, Serikat Penyihir dan Guild petualang dan Pelelangan serta toko besar.

Love story ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang