**Clara POV**
Perjalanan sebulan penuh dari eropa ke asia tenggara, sampai juga aku di negara asal suamiku tercinta yang sekarang sudah almarhum. Rasanya begitu segar udara di sini ketika aku menginjakkan kaki di pulau jawa tengah. Butuh sebulah karena kami singgah dulu di beberapa negara untuk menghilangkan jejak.
Kata Evan anakku tersayang, di sini desa-desanya belum ramai penghuni. Jarak antar kota saja selalu ada hutannya. Aku sempat lihat pemandangan dari pesawat tadi, seperti kapet hijau menyelimuti pulau jawa. Hanya titik-titik kecil saja kota-kotanya.
Akhirnya aku dan Evan sampai di terminal Magelang setelah naik bus dari bandara Jogja. Jam indonesia itu karet apa ya? Molor mulu misalnya jadwal bus atau jadwal pesawat terbang. Mungkin karena orang indonesia itu terkenal santai kali ya? Jadi mau narik bus, ngopi dululah...
"Kita ke mana sayang?" Aku.
"Ke desa Nggarjo mak, btw thas it's a vilage" Evan.
"Indo nak jangan pake inggris" Aku.
"Iya mak, masih inget aku, ini dia mak alat transportasi masal di sini, metro mini dan angkot, mau naik ya mana mak?" Evan.
"Emak pengen angkot nak, tapi apa itu istilahnya?" Aku.
"Trayek? Carter?" Evan.
"Apalah itu" Aku.
"Oke mak" Evan.
Evan memanggil salah satu angkot yang ada stiker angka 5, Evan punya ingatan yang bagus jadi dia sebelum ke negara ini sudah belajar bahasa indonesia dengan baik bahkan dengan bahasa gaulnya. Asik sih pake bahasa indonesia. Pasti aneh aja aku yang bule banget begini di panggil emak sama anakku itu.
"Ayo mak masuk" Evan.
"Iya nak, pada ngelihatin emak" Aku.
"Jarang ada bule fasih berbahasa indonesia kayak emak" Evan.
"Desa kok namanya Nggarjo, unik" Aku.
"Sebenarnya bukan Nggarjo mak, tapi Tegalrejo. Tegal itu artinya ladang atau hutan, dan Rejo itu artinya ramai dan karena orang jawa itu nggak mau repot mereka sering nyingkat kata seenaknya jadilah Desa Nggarjo, Yogyakarta jadi Jogja, Temanggung jadi Manggung" Evan.
"Senangnya punya buku berjalan" Aku.
"Jangan samain dengan wiki dong mak" Evan.
"Kita tinggal di mana nak? Emak males ya kalau di hutan" Aku.
"Tenang aja mak, aku udah nemu rumah yang di jual di desa Nggarjo itu, rumahnya kecil tapi bagus kok, agak sepi juga. Jangan bikin kastil di sini mak, nggak umum" Evan.
"Lama amat sih nak, kulit emak udah ke bakar ini" Aku.
"Tadi suruh pake lotion nggak mau" Evan.
"Rasanya nggak enak sayang, kulit emak habis kayak di jilatin kalau pake lotion anti UV itu" Aku.
"Ish... Mak mulutnya" Evan.
Akhirnya aku sampai di desa Nggarjo, tiap kali aku ingat nama itu bawanya pengen senyum, habis unik aja nama desanya. Ternyata rumah-rumah di desa ini sudah bagus-bagus, kebanyakan type rumah minimis. Angkot berhenti di paling pojok desa, ada rumah kecil berwarna abu-abu.
"Di jual hubungi nomer ini" Aku.
"Beneran kan mak? Aku udah lihat dari gugel map, rumah ini bagus ada di pojok desa, harganya murah cuma 50 juta" Evan.
"Itu berapa pound nak?" Aku.
"Murah pokoknya mak, misal kita punya sejuta pond aja buat biaya hidup di sini udah kayak sultan pokoknya" Evan.