6. Lolipop

838 53 1
                                    

EP. 6. Lolipop

********

Langit tiba di apartemennya dengan wajah yang teramat lesu. Tak berniat membersihkan dirinya terlebih dahulu, dia memilih untuk menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur.

Menghembuskan napas berat, dia menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Tidak, bukan hanya tatapannya yang kosong. Langit juga merasakan kekosongan di dalam hatinya. Selalu seperti ini, setiap hari sesaat setelah dia pulang bekerja dari rumah sakit.

Pandangannya mengedar ke setiap sudut kamar, rasanya sangat berbeda. Kamar ini begitu sepi. Lebih tepatnya, apartemennya sangat sepi.

Suasananya benar-benar berbeda saat Jingga tidak lagi tinggal di sebelah unitnya. Biasanya, gadis itu akan selalu mengganggu untuk mengajaknya nonton atau makan bersama, baik di unitnya ataupun di unit gadis itu.

"Tadaa. Langit, ayo makan bareng."

Langit tersenyum pedih saat mengingat Jingga berdiri di depan pintu apartemennya sambil menenteng dua kantong plastik berisi makanan.

"Langit. Ayo nonton bareng, aku punya film yang recomended."

Itu saat Jingga berdiri di depan pintu apartemennya sambil mendekap bantal dan selimut. Mereka akan menonton film sampai pagi dan tidur tak beraturan di depan televisi.

Langit mengusap air mata yang tahu-tahu jatuh begitu saja dan mengalir di sudut matanya. Ahh, dia benar-benar merindukan kebersamaannya dengan Jingga rupanya. Dia tidak menyangka akan merasa kehilangan hingga hatinya sakit seperti ini.

Langit kira dia sudah merelakan Jingga sepenuhnya, tapi gadis itu masih saja memenuhi hati dan kepalanya. Terlebih, kabar kehamilan Jingga yang dia dengar tadi siang membuat perasaannya semakin kacau tak karuan.

Langit memang ikut bahagia, tapi tak bisa dipungkiri hatinya juga sedih. Dia benar-benar sudah kehilangan gadis yang menjadi cinta pertamanya itu, walaupun dia tahu jika sebelumnya Jingga tidak pernah menjadi miliknya.

Meraup wajahnya dengan kasar, Langit kemudian mengambil ponselnya. Membuka gallery foto, dan terpampanglah semua foto kebersamaannya dengan Jingga dari semasa sekolah hingga gadis itu menikah beberapa waktu lalu.

Langit tersenyum getir, membiarkan semua foto itu bergerak dengan slide otomatis. Biarkan seperti ini, biarkan Langit mengenang kebersamaannya sebelum dia menghapus semua foto itu.

Langit harus move on. Perasaannya pada Jingga tidak benar, dia tidak boleh menyiksa hatinya sendiri seperti ini.

Mungkin kemarin-kemarin dia belum menguatkan hatinya. Tapi sekarang, dia harus melakukannya dengan sungguh-sungguh. Setidaknya, mulai dari menyingkirkan semua foto kenangannya bersama gadis itu. Langit akan memulainya dari sana.

Setelah slide foto berakhir, Langit kemudian menghapus ratusan foto kebersamaannya dengan Jingga. Tidak lupa, foto wisudanya bersama Jingga saat di Amerika yang bertengger manis di dompetnya juga dia robek hingga tak berbentuk.

"Goodbye my first love." Langit menatap fotonya yang tengah mencium pipi Jingga sebelum kemudian dia merobeknya.

Masih jelas dalam ingatannya, saat itu Langit mencuri satu kecupan di pipi Jingga begitu jepretan foto diambil hingga membuat gadis itu memukulinya dengan buket bunga yang dia berikan.

Sekarang, foto itu sudah tidak jelas bentukannya. Terkadang memang butuh cara yang sedikit ekstrim untuk melupakan seseorang. Salah satunya mencabik-cabik foto seperti ini.

Beranjak dari tidurnya, Langit lantas menyemangati dan menyakinkan dirinya sendiri bahwa dia pasti bisa melepaskan Jingga selepas-lepasnya.

Dia kemudian turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus hati dan pikirannya yang selalu terbayang-bayang oleh Jingga. Tidak hanya itu, bahkan Jingga hadir dalam mimpinya setiap kali dia terlelap.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang