53. Hilang

541 39 2
                                    

EP. 53. Hilang

********

Shien yang tengah berkutat dengan beberapa dokumen perusahaan terpaksa harus menghentikan perkerjaannya ketika dia merasakan sakit di dadanya.

Dia lantas menatap jam tangan pintarnya. Benar saja, detak jantungnya di bawah normal. Shien khawatir jika kondisinya semakin memburuk karena sakit di dadanya lebih sering terjadi beberapa hari belakangan ini.

Menyingkirkan semua dokumen ke samping, Shien kemudian memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya dengan merebahkan kepalanya pada meja kerja setelah sebelumnya dia meminum air putih. Cara ini lebih baik daripada meminum obat pereda nyeri. Shien terkadang bosan meminumnya.

Napasnya terlihat sesak, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Shien lalu memejamkan matanya erat-erat hingga keningnya ikut berkerut menahan rasa sakit.

Hingga tiga puluh menit berlalu, rasa sakit di dada Shien perlahan mereda, dan gadis itu tertidur. Bahkan sampai jam makan siang tiba, Shien masih belum terbangun. Dering ponselnya yang terus berbunyi pun tidak mengganggunya sama sekali.

Sementara itu di luar ruangan. Langit yang memang sudah sepakat untuk makan siang bersama dengan Shien, hendak menyusul gadis itu ke ruangannya karena setelah beberapa saat menunggu di bawah, Shien tak kunjung datang dan panggilannya diabaikan.

Langit dibantu Fina dan membimbingnya masuk ke ruangan Shien. Fina yang melihat Shien tertidur hendak membangunkannya, tapi Langit dengan cepat mencegah, memberi isyarat untuk diam dan membiarkan gadisnya tetap tidur.

Fina menurut, lalu mendengus iri karena Langit menunjukkan perhatian berlebih di depan jomblo seperti dirinya.

Fina lantas meninggalkan Langit dan mengatakan kalau Langit dan Shien harus mentraktirnya makan makanan enak karena selama ini dia sudah membantu mereka pacaran sembunyi-sembunyi dari Tante Hilda dan orang tua Shien. Langit tergelak tanpa suara dan langsung menyetujuinya.

Setelah Fina pergi dan pintu ruangan kembali tertutup, Langit kemudian duduk di depan Shien. Dia ikut merebahkan kepalanya pada meja dan menatap wajah cantik Shien yang terlihat sedikit pucat itu. Posisi kepala mereka saling berhadapan.

Satu jari telunjuknya terulur untuk merapikan anak rambut Shien yang cukup mengganggu di sela-sela dia memandangi wajah gadisnya itu.

Selesai dengan rambut, telunjuk Langit beralih menyentuh dahi Shien yang tampak berkerut dalam. Langit bertanya-tanya, sebenarnya apa yang sedang Shien mimpikan hingga keningnya mengernyit seperti itu?

Langit mendekatkan wajahnya, kemudian mendaratkan ciuman di kening Shien dalam-dalam sambil memejamkan matanya, seolah sedang berusaha menyalurkan seluruh cinta yang kian bertambah besar di dalam hatinya melalui ciuman itu.

"Cabul. . . ."

Langit yang nyaris saja mencium bibir Shien langsung menarik diri begitu dia mendengar gadis itu tiba-tiba bersuara. Gadis itu terbangun saat merasakan sesuatu yang lembut menyentuh keningnya.

"Sembarangan." Protes Langit seraya merebahkan kepalanya kembali dengan sebelah tangan terlipat sebagai penyangga.

"Kenyataan." Shien mencibir laki-laki yang ada di depannya itu. Suaranya masih terdengar lirih, khas orang bangun tidur.

Langit yang mendengar itu hanya mendengus sambil mengerucutkan bibirnya lucu, membuat Shien menyunggingkan senyum geli, namun sangat tipis hingga nyaris tak terlihat.

"Pantesan aku telepon gak dijawab. Ternyata malah tidur." Ujar Langit, membuat pupil mata Shien melebar saat teringat akan janjinya untuk makan siang bersama Langit hari ini.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang