33. Someone He Misses

478 36 1
                                    

EP. 33. Someone He Misses

********

Mama berjalan untuk masuk ke kamar Shien dengan gerakan hati-hati agar tidak membangunkan penghuni rumah, terutama Shien tentunya.

Kebiasaan baru yang selalu Mama lakukan selama Shien kembali ke rumah. Diam-diam masuk ke kamar Shien saat gadis itu sudah tertidur hanya untuk memberi kecupan selamat malam dan membisikan ucapan selamat tidur. Karena jika Shien masih terjaga, sudah jelas Mama tidak akan bisa melakukannya.

Perlahan, Mama membuka pintu kamar Shien, dia sedikit tersentak karena begitu pintu terbuka, cahaya terang langsung meyeruak ke matanya. Arah pandangnya langsung saja mengarah ke tempat tidur, tapi ternyata sang putri sudah terlelap.

Menutup pintu, Mama melangkahkan kakinya untuk menghampiri Shien dengan kening yang mengernyit, heran karena tak biasanya Shien tidur dalam keadaan terang. Gadis itu selalu menggunakan lampu tidur, Mama tahu betul itu.

Mama duduk di tepi ranjang, memeperhatikan wajah tidur Shien. Tapi kali ini terlihat berbeda dari biasanya. Napas gadis itu terlihat teratur, namun bulir-bulir keringat dan kerutan tak nyaman dapat Mama lihat di kening anak gadisnya itu.

Mama beranjak semakin dekat, tangannya lantas terulur untuk menyentuh kening Shien, dan sengatan panas langsung terasa begitu telapak tangannya bersentuhan dengan tubuh Shien. Tubuhnya seperti bara.

"Ya ampun, kok panas?" Gumam Mama panik. Dia kemudian menggoyangkan bahu Shien dengan pelan. "Shi, kamu keringat dingin, ayo ganti baju dulu."

Mama berusaha membangunkan Shien saat melihat baju tidur Shien sedikit basah. Mungkin karena keringat dingin terus bercucuran hingga menyebabkan sebagian baju yang dikenakan gadis itu basah. Dan mungkin juga, karena hal itulah yang membuat Shien tampak menggigil kedinginan, hingga giginya sedikit bergemeretak.

"Eungh. . . ." Tapi hanya lenguhan yang dia dengar keluar dari bibir gadis itu.

Dalam tidurnya, Mama bisa melihat kegelisahan di sana, serta lipatan di dahinya menunjukkan bahwa Shien memang tengah merasakan kesakitan.

"Shien. . . ." Ulang Mama, terus berusaha membangunkan Shien. "Shien, kamu demam." Mengelus pipi gadis itu, lalu mengusap keringat yang mengalir mengikuti sisi wajah.

Lama mengamati wajah putrinya, hingga kemudian mata sayu itu terbuka setengah. Menatapnya dalam diam, pandangannya terlihat kosong, membuat hati Mama pedih.

"Kamu sakit." Mama berucap lirih dengan raut wajah cemas dan takut sekaligus. "Ganti baju dulu, yuk. Masih kuat bangun, kan? Nanti Mama bantu." Lanjutnya selembut peri, tangannya tak berhenti memberi elusan di wajah Shien.

Gadis itu mengangguk lemah, tapi sejurus kemudian malah kembali menutup matanya.

Mungkin karena kepalanya sudah terasa sangat berat, hingga membuka mata untuk waktu yang lama pun Shien sedikit kesulitan. Matanya terasa panas, berat, dan berkunang-kunang saat membukanya terlalu lama.

"Shien, kamu baik-baik aja, kan?" Mama yang melihat itu semakin panik. Tapi melihat Shien mengangguk, dia sedikit tenang.

"Ya udah, tunggu sebentar, Shi." Mama kemudian beranjak dan bergerak ke arah laci di mana persediaan obat-obatan Shien tersimpan.

Dengan gerakan tergesa-gesa, Mama membaca satu per satu tulisan yang tertera di sekdian banyak botol obat yang ada di sana.

"Yang ini." Mama berseru lega dalam hati begitu dia menemukan obat penurun panas.

Setelah itu, dia berlari keluar dari kamar Shien, menuju dapur untuk mengambil air dan membuatkannya teh hangat.

Setelah semuanya siap, Mama pun kembali ke kamar Shien, duduk di tepi ranjang, lalu meletakkan nampan berisi segelas air putih yang sudah dilengkapi sedotan serta teh hangat di atas meja nakas.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang