90. Tidur

675 43 5
                                    

EP. 90. Tidur

********

"Pantesan gak mau ditemenin." Sindir Mama diiringi kerlingan mata meledek saat mendapati Langit masuk ke ruang rawat dengan tubuh Shien di punggungnya.

Mama tersenyum geli sekaligus senang melihat dua anak muda di depannya itu. Tidak perlu bertanya atau menebak-nebak lagi. Sebab dari ekspresi keduanya yang nampak berbunga-bunga, Mama yakin mereka pasti baru saja berbaikan.

Langit tersenyum dan langsung menyapa Mama, sementara Shien melempar delikan sebal karena Mama meledeknya.

"Tapi tongkat kamu mana, Shi?" Tanya Mama yang baru menyadari Shien tidak kembali bersama tongkatnya.

Shien terdiam sebentar setelah Langit mendudukkannya di sofa di sebelah Mama. Dia mengingat-ingat di mana tepatnya dia meninggalkan tongkat itu. Sejurus kemudian, dia menatap Mama dengan wajah innocent.

"Kayaknya ketinggalan."

Mama memutar bola matanya malas, sebelum kemudian berujar. "Mentang-mentang udah ada kuli panggul, tongkatnya dilupain."

Shien mendelik sewot. "Ketinggalan, Ma."

"Iya, deh, ketinggalan." Mama masih dengan nada meledek. "Kalau gitu, Langit ambilin sana." Titahnya kemudian sambil mengedikkan dagunya pada Langit.

"Kenapa gak beli yang baru aja, Tan?" Tanya Langit sedikit protes karena tongkat itu mungkin sudah hilang atau paling tidak sudah masuk gudang jika petugas kebersihan yang menemukannya.

"Walaupun kita mampu, tetap harus menghargai apa yang kita punya sekarang. Gak baik, Lang, boros-boros kayak gitu." Sahut Mama yang lebih terdengar seperti ceramah bagi Langit dan Shien.

"Udah ambil sana. Lagian Shien harus bersih-bersih dulu, kalau ada kamu di sini bisa bahaya." Tambah Mama, mengusir Langit terang-terangan.

"Gak butuh bantuan aku, Tan?" Langit malah menyahuti sambil mesem-mesem tidak jelas, membuat Shien otomatis melempar bantal sofa dan tepat mengenai kepalanya.

Mama mendengus geli. Dalam hati beliau mencibir kalau kemarin-kemarin saja wajah Langit masih murung dan terkadang dia memergokinya menangis, tapi sekarang sudah berani becanda.

"Kamu ini. Kalau Papanya Shien datang, terus denger, bisa-bisa kamu keluar dari sini gak bisa jalan, Lang." Ujar Mama. "Udah sana kamu keluar dulu. Nanti malam kamu bisa balik lagi ke sini."

Mendesah pelan, Langit memasang raut wajah tidak rela dengan sedikit mengerucutkan bibirnya.

Dia baru saja berbaikan dan belum mendapatkan waktu bersama Shien, dan sekarang sudah harus berjauhan lagi saja. Tidak lama, sih. Tapi tetap saja Langit tidak rela. Tidak tahukah Tante Risa kalau Langit sangat merindukan gadisnya itu?

"Muka kamu itu, lho, Lang, gak usah dimiris-mirisin gitu. Tante cuma nyuruh kamu buat ambil tongkat dan keluar sebentar, bukan ngusir." Gerutu Mama yang merasa dipandang seolah dia adalah mertua kejam seperti di film ikan terbang.

"Khusus malam ini Tante izinin kamu jagain Shien, deh. Kebetulan banget Tante lagi ada urusan di rumah." Imbuh Mama yang langsung membuat mata Langit berbinar otomatis.

"Beneran, Tan?" Tanya Langit memastikan, takut-takut wanita paruh baya itu hanya mengerjainya dan mengatakan itu prank. Calon ibu mertuanya itu, kan, sedikit jahil.

"Beneran, Lang. Kalau bohong, Tante ikhlas, deh, kamu putus sama Shien." Jawab Mama nyeleneh.

"Aku baru baikan, lho, Tan." Protes Langit langsung manyun. Mama lalu menyahuti kalau dia hanya becanda, tidak serius dengan kalimat terakhir yang dia ucapkan.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang