106. Anak Kita

835 36 1
                                    

EP. 106. Anak Kita

********

Shien yang kesal pulang ke rumah orang tuanya dengan diantar Pak Bayu, sopir pribadi Papa Wijaya. Dia membanting pintu mobil keras-keras setelah turun, hal itu sontak membuat Pak Bayu sedikit tersentak karena tak biasa melihat Shien yang biasanya sangat tenang tiba-tiba emosi seperti itu.

Shien lantas berjalan memasuki rumahnya dengan hati dongkol setelah sebelumnya memberi ultimatum kepada Pak Bayu untuk jangan memberitahu Langit bahwa dia pulang ke rumahnya.

Pak Bayu hanya mengangguk takut-takut dan menelan ludah karena Shien mengancam akan meminta Papa Wijaya untuk memotong gajinya kalau sampai Pak Bayu memberitahu Langit.

Shien melangkah gontai ke ruang makan di mana orang tuanya berada dan sepertinya mereka baru saja akan memulai sarapan.

"Ma, Pa. . . ." Panggil Shien seraya menghampiri orang tuanya yang sedang duduk di kursi meja makan.

Mama dan Papa yang mendengar suara putrinya sontak menoleh, lalu tersenyum senang karena putrinya benar-benar ada di rumahnya. Bukan suara halusinasi. Namun, mereka cukup heran karena melihat wajah sang putri yang ditekuk masam.

"Shien. . . ."

Mama menyambut putri bungsunya dengan wajah berbinar, bahkan dia sampai beranjak dari duduknya dan mengurungkan niatnya untuk memulai sarapan hanya untuk memberi pelukan pada Shien.

"Kangen banget." Ujar Mama mengelus lembut punggung Shien. "Kamu apa kabar, Sayang?"

"Hmm, I'm okay." Sahut Shien tak bergairah sambil mengurai pelukannya, kemudian beralih pada Papa yang duduk di ujung meja.

"Seneng banget kamu udah datang pagi-pagi gini." Ujar Papa tak kalah senang dari Mama. "Langitnya mana?" Tanyanya kemudian karena tak melihat keberadaan Langit bersama putrinya.

"Aku pulang sendiri dianterin Pak Bayu." Shien menarik diri, lalu duduk di kursi yang semula ditempati Mama sehingga posisinya berada di tengah-tengah antara Mama dan Papa.

"Lho, kok sendiri?" Tanya Mama dengan kening mengernyit. Shien hanya mengedikkan bahunya kesal, kemudian meraih segelas air putih yang ada di atas meja dan meminumnya hingga tandas, lalu meletakkan kembali gelasnya dengan gerakan sedikit menyentak.

Mama dan Papa saling melempar pandangan bingung melihat sikap aneh putrinya.

"Kamu lagi berantem sama Langit?" Tembak Mama menatap Shien lekat-lekat, wajahnya berubah khawatir. Shien terdiam tak menyahutinya seolah membenarkan.

"Kalian berantem, terus Langit nyuruh kamu pulang sama kami, iya? Ya ampun, Shi, masa belum genap tiga bulan nikah, anak Mama udah jadi janda muda." Panik Mama dengan segala pikiran liarnya.

Shien memutar bola matanya jengah.

"Ya gak gitu juga, Ma." Dia buru-buru mengkonfirmasi seraya menggumamkan ribuan kata amit-amait di dalam hati. Mana rela dia jadi janda muda, sudah tidak perawan lagi. Itu tidak akan dan tidak boleh terjadi.

"Gitu, ya?" Mama nyengir kaku karena sudah heboh sendiri. "Terus kamu kenapa pulang sendirian ke sini?" Tanyanya hati-hati seraya menyelipkan anak rambut Shien yang sedikit berantakan ke belakang telinga. Namun, Shien hanya terdiam dengan wajah merengut.

"Shi. . . ." Papa angkat suara setelah beberapa saat keheningan tercipta. Mereka bahkan mengabaikan sarapan yang hendak dimakannya. Shien hanya mendongak untuk mempertemukan pandangannya dengan Papa tanpa menyahut.

Papa lantas meraih sebelah tangan Shien dan menggenggamnya. "Sekarang kamu sama Langit sudah menikah, bukan pacaran lagi. Jadi kurang baik rasanya kalau kamu malah pergi saat ada masalah." Nasihat Papa. "Kalian harus menyelesaikannya bersama saat sudah menikah, dengan kepala dingin."

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang