74. Mengakhiri Semuanya?

508 38 4
                                    

EP. 74. Mengakhiri Semuanya?

********

Begitu pekerjaannya di Yogyakarta benar-benar selesai, Langit langsung memesan tiket pesawat dengan penerbangan pagi meskipun hari ini sebenarnya ada undangan makan siang bersama dengan pihak kampus di sana.

Tapi, dengan berat hati Langit menolak. Rasa rindunya pada Shien yang membuncah di dalam hati membuat Langit memilih untuk pulang sesegera mungkin.

Apalagi sudah hampir empat hari ini dia tidak mendengar kabar Shien karena kesibukan membuatnya tidak sempat untuk menghubungi gadis itu baik lewat pesan chat, telepon, ataupun video.

Perasaan bersalah menyeruak di hatinya saat melihat rentetan pesan dan panggilan tak terjawab dari Shien begitu dia menghidupkan ponselnya. Langit berniat untuk menelepon kembali Shien dan mengabarinya bahwa dia akan pulang, tapi mengurungkannya. Langit memutuskan untuk mengejutkan gadis itu dengan datang ke kantornya nanti.

Langit tiba di Bandung sekitar pukul delapan pagi. Hujan yang melanda tak menyurutkan Langit untuk melanjutkan perjalanan pulang ke apartemen miliknya. Langit harus membersihkan diri dan mengganti pakaiannya terlebih dahulu sebelum menemui Shien nanti.

Sesampainya di lobby apartemen, Langit dikejutkan dengan Terry yang tiba-tiba berteriak memanggil namanya saat kaki Langit nyaris saja melangkah untuk masuk ke dalam lift yang baru saja terbuka.

Langit berbalik dengan sebelah alis terangkat, heran karena Terry bisa ada di gedung apartemennya. Seingatnya, hanya beberapa orang yang mengetahui dia tinggal di sana. Itu pun hanya orang-orang terdekat.

Atau mungkin Terry hendak mengunjungi kerabatnya yang juga tinggal di apartemen yang sama dengan Langit dan kebetulan bertemu? Atau Terry sendiri memiliki unit apartemen di sana? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kepala Langit.

"Hai, Kak." Sapa Terry tersenyum cerah sambil menyelipkan anak rambut menggunaan jari lentiknya ke belakang telinga.

Sementara Langit hanya diam menatapnya penuh tanya.

"Akhirnya kita ketemu juga. Aku ke rumah sakit kemarin, tapi katanya kamu lagi di luar kota." Lanjut Terry berujar sedikit kikuk karena mendapati reaksi Langit yang biasa saja.

Terlalu biasa malah. Laki-laki itu bahkan terkesan memandangnya tanpa minat. Padahal, Terry sudah berdandan secantik mungkin dan memakai dress yang seksi di tengah cuaca dingin saat ini.

"Ada apa?" Sambar Langit akhirnya, tidak ingin membuang-buang waktu meladeni Terry.

"Kakak udah baca chat aku, kan?" Terry balik bertanya untuk memastikan.

Langit memutar bola matanya malas. Dia ingat betul Terry mengiriminya beberapa pesan berisi kalimat yang menjelek-jelekan Shien, dan Langit tidak menggubrisnya sama sekali.

"Kalau kamu ke sini cuma mau jelek-jelekin Shien, lebih baik kamu pergi." Sahut Langit dingin, lalu berbalik dan kembali menekan tombol lift untuk membuka kembali pintunya.

"Aku gak bohong kalau Shien itu gak sebaik yang kamu kira. Shien jalan sama cowok lain di belakang kamu." Ujar Terry di belakang Langit.

"Terus kenapa?" Tanya Langit tanpa berniat untuk menoleh. "Kalaupun yang kamu bilang itu bener, hal itu gak akan membuat aku melihat kamu atau siapun." Lanjutnya, menolak dengan tegas dan terang-terangan.

Terry yang mendengarnya langsung mengepalkan kedua tangannya marah. Garis rahangnya yang halus tampak mengetat menahan geram.

Terry tidak percaya. Di saat laki-laki lain berlomba-lomba untuk mendapatkannya, tapi Langit menolaknya tanpa berpikir, bahkan di saat dia sendiri yang datang langsung padanya.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang