EP. 84. Berapa Lama Lagi
********
Sore itu, Nathan dan Shanna berjalan-jalan di sekitar taman yang ada di samping rumah sakit. Tidak ada pembicaraan di antara mereka, keduanya hanya berjalan bersisian dengan pikiran masing-masing yang entah menerawang ke mana.
Sudah hampir tiga bulan berlalu, Shien masih betah dalam tidur panjangnya. Dan kegiatan inilah yang sering Shanna lakukan setiap sore hari setelah mengajak Shien mengobrol di ruang ICU.
Setiap hari Shanna selalu mengelilingi rumah sakit, dia sampai hafal seluk-beluknya. Shanna mungkin bisa menjadi tour guide di rumah sakit ini sekarang.
"Kapan Shien bangun?" Tanya Shanna pelan diiringi hembusan napas berat setelahnya.
Nathan bungkam seraya memasukkan kedua tangan ke dalam saku jas dokternya. Pertanyaan yang sama yang setiap hari Shanna ajukan, dan dia tidak bisa menjawabnya.
"Emangnya apa yang mau kamu lakuin kalau Shien bangun?" Nathan balik bertanya, pandangannya turun sejenak pada kakinya dan Shanna yang mengambil langkah senada.
"Minta maaf, tentunya. . . ." Jawab Shanna lirih, ekspresi sedih di wajahnya kembali muncul. "Aku Kakak yang jahat, kan?" Lalu tersenyum kecut. Nathan memutar bola matanya malas.
"Sha, mending kamu bikin tulisan 'aku Kakak yang jahat' di sini biar semua orang bisa baca." Ujar Nathan sambil menyentuh kening Shanna menggunakan jari telunjuk.
Rasanya Nathan bosan sendiri mendengar hal itu setiap hari. Sementara Shanna hanya mendengus.
"Kira-kira Shien maafin aku gak, ya?" Shanna kembali bertanya. Hatinya dihantui rasa takut akan hal itu.
"Eung. . . ." Nathan berpikir dengan pandangan menerawang, bibirnya yang kemerahan terlipat ke dalam.
"Kalau aku jadi Shien, aku, sih, gak mau maafin Kakak kayak kamu." Nathan tersenyum jahil, membuat Shanna langsung mengerucutkan bibinya lucu. "Tapi Shien itu agak bodoh. Dia tuh lebih sering berpikir pake hati daripada otaknya, jadi pasti dia bakal maafin kamu dengan mudah."
Shanna tersenyum geli. Yang dikatakan Nathan memang benar sifatnya Shien. "Semua ini pasti juga berat buat kamu, kan, Kak?"
Nathan mengernyitkan dahinya, gagal mencerna maksud dari pertanyaan Shanna.
"Shien, kan, orang yang kamu suka selama ini. Kondisinya yang kayak gini, pasti jadi pukulan berat juga buat kamu." Terang Shanna. "Maaf, karena aku semuanya jadi kayak gini."
Nathan mengerjap, mulai mengerti maksud ucapan gadis yang sedang berjalan di sisinya itu.
Dia lantas berdecih geli. Bagaimana Shanna bisa berpikiran seperti itu? Selama ini dia sering memberi kode rasa sukanya pada Shanna. Apa Shanna tidak menangkapnya sedikit pun? Tck, Shanna malah mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal.
"Hmm. . . ." Nathan menganggukkan kepalanya pelan. "Tentu ini juga pukulan berat buat aku. Shien, kan, udah aku anggap adik sendiri. Jelas aku juga sedih dan gak tega lihat kondisinya yang kayak gini." Lanjutnya penuh penekanan.
"Adik apanya? Aku tahu kamu suka sama dia." Cebik Shanna, membuat Nathan menghentikan langkahnya.
"Bodoh." Ucap Nathan seraya menarik salah satu sudut bibirnya.
Shanna yang sudah berjalan beberapa langkah di depan Nathan ikut menghentikan langkahnya, lalu berbalik dengan sebelah alis terangkat.
"Apa itu yang kamu pikirkan?" Tanya Nathan memandang Shanna dengan tatapan sebal.
"Apa aku salah?" Sahut Shanna. Nathan mendengus, lalu berjalan mendekati gadis itu.
"Kamu emang gak pernah pintar dari dulu." Cibir Nathan sambil mengetuk-ngetuk dahi Shanna. "Bahasa tubuh, cara bicara, ekspresi, kamu gak ngerti semua itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SO IN LOVE [END]
RomantizmHi, Readers. Kisah ini adalah Spin Off dari STILL IN LOVE. Yang suka baca jangan dilewat satu part pun, yes. Aku lebih suka orang yang baca ceritaku daripada sekedar vote. Thanks, all. ******** "Dia adalah gadis pertama yang tidak mau menerima ulur...