EP. 44. Jangan Genit
********
Hari ini pekerjaan Langit cukup padat. Setelah melakukan operasi dan memeriksa pasien beberapa jam yang lalu, kini Langit duduk selonjoran di sofa di ruangannya ditemani Bian, Biru, dan Bisma yang memang sengaja datang ke ruangannya untuk makan siang bersama.
Beberapa menu makan siang yang tadi mereka pesan lewat aplikasi pesan antar makanan online sudah ditata rapi di atas meja oleh Biru, sementara Bian asyik bermain-main dengan action figure Optimus Prime milik Langit yang ada di atas meja kerja laki-laki itu.
"Awas rusak." Langit memberi peringatan tanpa menoleh ke arah Bian, satu tangannya sibuk memijat pelipisnya yang terasa berdenyut nyeri.
Mungkin karena hampir setengah hari ini Langit sibuk berdiri di ruang bedah dan memeriksa pasien tanpa beristirahat sedikitpun, maka dari itu kepalanya sedikit nyeri.
"Bapak lo, kan, banyak duit, Lang. Sans aja, sepabrik-pabriknya bisa dia beli buat lo." Sahut Bian enteng. Langit hanya mendengus mendengarnya.
"Lagu favoritnya Jingga." Ucap Bisma kala dia memutar lagu Imagination milik Shawn Mendes dari ponselnya. Lagu itu mengalun indah, membuat siapa saja yang mendengarnya akan terhayut di dalamnya.
"Gue juga suka." Timpal Langit sambil mengubah posisi duduknya dengan posisi yang lebih benar, yaitu duduk tegap menghadap ke arah meja.
"Yaaa, kalian emang banyak kesamaan." Balas Bisma seraya mengambil fruit tea, lalu menyesapnya.
"Sayangnya, Jingga salah milih jodoh. Padahal, kalau gue lihat kalian lebih serasi." Timpal Bian yang kini bergerak menuju sofa, lalu menghempaskan dirinya tepat di sebelah Langit.
Biru yang masih sibuk menata makanan langsung mendengus dan menyoroti Bian dengan tatapan tajam. Sementara yang ditatap malah mengerlingkan matanya seolah mencibir.
"Sialan." Umpat Biru, lalu dia melempar bantal sofa dan tepat mengenai wajah Bian. Bisma dan Langit yang menyaksikan itu hanya tergelak pelan sambil geleng-geleng kepala.
Selalu seperti ini setiap kali lima serangkai itu berkumpul. Tanpa ada kegiatan bully membully, sepertinya persahabatan mereka tidak akan berwarna.
"Gue gak bisa bayangin apa yang akan terjadi sama nih kambing kalau Jingga gak nikahin dia." Ujar Bian seraya mengedikkan dagunya ke arah Biru dan mulai memakan chicken katsu miliknya.
"Paling nangis di pojokan sambil meluk lutut, tremor, atau paling parah dikit percobaan bunuh diri, lah." Albi yang baru saja masuk ke ruangan Langit langsung nimbrung diiringi gelak tawa membahana yang dia arahkan untuk meledek Biru.
Laki-laki itu kemudian mengambil tempat duduk di tengah-tengah antara Langit dan Bian.
Biru menghela napas dalam-dalam, sekedar mencari kesabaran guna menghadapi teman-teman sialannya ini.
Biru heran, dosa apa yang sudah dia perbuat hari ini, sehingga teman-temannya tiba-tiba meledeknya seperti ini?
"Heran gue, badan L-Men, tapi hati kok macem bayi Bebelac." Tambah Albi, mengingat dulu dia sering mendapati Biru menangis sendirian saat Jingga meninggalkannya.
Baik Albi atau yang lainnya, mereka tidak menyangka jika Biru yang biasa dijuluki Mr.Perfect ternyata memiliki hati serapuh itu.
Sontak saja suasana ruangan Langit yang tidak terlalu besar itu mendadak riuh dengan gelak tawa, dan mungkin bisa terdengar sampai ke luar ruangan.
"Udah, jangan diledekin terus. Ntar dia nangis. Tuh lihat mukanya udah merah gitu." Bisma menanggapi. Tidak takut sama sekali dengan tatapan kesal dan marah yang dilayangkan Biru padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SO IN LOVE [END]
RomanceHi, Readers. Kisah ini adalah Spin Off dari STILL IN LOVE. Yang suka baca jangan dilewat satu part pun, yes. Aku lebih suka orang yang baca ceritaku daripada sekedar vote. Thanks, all. ******** "Dia adalah gadis pertama yang tidak mau menerima ulur...