29. Rasa Aman

538 39 3
                                    

EP. 29. Rasa Aman

********

Suara notifikasi chat terdengar dari ponsel Shien yang tergeletak di atas meja makan di dekatnya, sontak mengalihkan perhatian semua orang yang pagi itu sedang menikmati sarapan.

Shien yang kala itu juga tengah fokus pada sarapannya buru-buru meraih benda pipih itu.

"Maaf." Ucap Shien sedikit tak enak hati karena suara dering ponselnya mengganggu kekhidmatan kegiatan sarapan mereka. Tapi, mereka hanya tersenyum tidak keberatan dan melanjutkan kegiatan makannya yang sempat terhenti sejenak.

Ketika dilihatnya nama Langit tertera di layar, otomatis ibu jari Shien menyentuh layar untuk membuka kunci pengamannya. Begitu kunci pengaman ponsel Shien terbuka, jemarinya dengan cepat membuka aplikasi chat yang memiliki logo warna hijau itu dan membaca isi pesan dari Langit.

Dalam benaknya, Shien bertanya-tanya kenapa Langit sudah menghubunginya saja, bukankah dia akan berangkat ke Spanyol pagi ini? Seharusnya Langit sudah berangkat, mengingat laki-laki itu mengatakan bahwa penerbangannya jam tujuh pagi.

Shien mengira Langit mungkin mengirim pesan untuk berpamitan jika dirinya akan segera berangkat. Tapi rupanya bukan, Langit ternyata mengirimkan sebuah foto yang setelah dibuka malah membuat wajah Shien memerah.

Jantung Shien kembali berdebar tak karuan begitu melihat foto itu. Foto dirinya bersama Langit yang diambil beberapa jam yang lalu sesaat sebelum Langit benar-benar berpamitan untuk pergi. Foto dirinya yang dirangkul Langit dengan mesra.

Laki-laki itu berhasil memaksa Shien untuk mengambil foto bersama ketika mereka masih berada di taman kompleks. Mau tidak mau, Shien pun menuruti karena Langit mengancam tidak akan melepaskan pelukannya jika Shien tidak mau berfoto.

Mengingat itu, seketika ingatan saat mereka berciuman dengan sangat bersemangat seolah tidak mau saling melepaskan berputar-putar di kepala Shien.

Shien jadi salah tingkah sendiri karena merasa heran dengan dirinya yang selalu saja tidak bisa mengendalikan diri saat berhadapan dengan laki-laki bernama Langit itu.

Ahh, Shien jadi malu sendiri. Dia protes karena Langit menciumnya, padahal kenyataan sangat menikmatinya.

Sepertinya Shien sudah benar-benar terkena sihir oleh Langit. Bahkan hanya dengan melihat laki-laki itu berdiri tidak jauh darinya, otak Shien bisa melumpuh seketika.

Memang gila, sosok Langit terus tumbuh dalam benaknya dari hari ke hari. Shien sudah tidak bisa berpikir realistis lagi jika berkaitan dengan Langit.

"Kamu gak apa-apa, kan, Shi?" Mama bertanya dengan raut khawatir karena melihat anaknya terus bergeming menatap layar ponsel. "Wajah kamu merah, lho. Gak sakit, kan?"

Shien tersentak saat merasakan tangan Mama menyentuh kening dan pipinya. Gadis itu merutuki dirinya dalam hati, karena bisa-bisanya dia memikirkan Langit sebanyak ini padahal masih pagi.

"Ohh, aku gak apa-apa." Sahut Shien seraya menepis tangan Mama dari wajahnya.

"Beneran gak apa-apa, Nak?" Timpal Papa memastikan, beliau sama khawatirnya dengan Mama.

"Hmm." Shien mengangguk, lalu meletakkan ponselnya kembali, dan melanjutkan sarapannya dengan sedikit tergesa-gesa hingga membuat semua orang kembali menatapnya heran.

"Buru-buru amat. Mau ke mana, sih, Shi? Hari libur juga." Komentar Shanna sebelum menggigit sosis gorengnya.

"Ada janji sama Fina. Aku belum siap-siap." Jawab Shien sembari membersihkan mulutnya dengan tisu.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang