45. Promise

485 33 2
                                    

EP. 45. Promise

********

Sore itu, Shien kembali ke hotel dengan rasa sakit yang luar biasa menyerang dadanya. Begitu pun dengan kepalanya yang teramat berat.

Padahal, hari ini Shien bersama orang tuanya hanya bermain di pantai dan mengunjungi pusat perbelanjaan. Tapi, Shien sudah mengalami kelelahan yang luar biasa.

Mungkin juga karena Shien terlalu bersemangat. Bersemangat karena satu lagi impian dalam daftar keinginannya terwujud, yaitu pergi berlibur bersama Papa dan Mama, meski sebelumnya sangat canggung.

Tiga hari menghabiskan waktu di Bali bersama mereka, membuat kebekuan di antara Shien dan orang tuanya kian mencair.

Shien juga sudah mulai banyak bicara. Bahkan setiap malam gadis itu berdiskusi bersama Papa dan Mama untuk menentukan tempat wisata yang akan mereka kunjungi esok hari.

Keadaan semakin membaik. Kembali merasakan kasih sayang orang tua, Shien tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sudah diberikan Tuhan untuknya.

Rasanya, Shien ingin waktu berhenti saat ini juga. Kebahagiaan dan kelimpahan kasih sayang ini sudah lebih dari cukup untuknya.

"Shi, kamu baik-baik aja, kan?" Mama yang berjalan mengekori Shien nampak khawatir melihat sang anak yang berjalan limbung ke arah tempat tidur.

"Ke rumah sakit aja, ya?" Saran Mama, lantas dia buru-buru mengambil kotak obat milik Shien yang tergeletak di atas meja nakas. Sengaja Mama simpan di sana agar mudah dijangkau.

"I'm okay." Shien berdalih, padahal napasnya sudah teramat sesak.

Shien tidak ingin mengacaukan liburannya dengan dirawat di rumah sakit. Dia sangsi jika akan mendapatkan kesempatan seperti ini lagi ke depannya.

"Tapi kamu pucat banget, Shi." Mama tahu anak bungsunya itu tidak baik-baik saja.

"Cuma agak pusing, minum obat juga reda." Sahut Shien sekuat tenaga. Namun, tetap saja suara yang keluar sangat pelan hingga membuat Mama semakin khawatir.

"Mama khawatir, Shi." Mama menoleh dengan kening berkerut dan tatapan mata sayu, menandakan jika wanita itu benar-benar mengkhawatirkannya.

Shien menggeleng lemah dengan seulas senyum tipis tersungging dari bibir pucat yang tertupi lipstick berwarna terracottanya.

"I'm okay." Lirihnya kembali menenangkan, nyaris seperti berbisik.

Mama mendesah pasrah, tidak bisa memaksa jika Shien memang tidak mau. "Ya udah, kalau gitu kamu minum obat dulu."

Shien mengangguk, kemudian bangun dari pembaringannya untuk meminum obat yang sudah Mama siapkan.

"Maaf." Cicit Shien seraya menyerahkan gelas pada Mama dengan tangan gemetar.

Mama sedih melihatnya, namun sebisa mungkin dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Kenapa minta maaf? Emang kamu salah apa? Hem?" Tanya Mama sesaat setelah dia menyimpan gelas bekas minum Shien ke atas meja nakas, lalu diusapnya kepala gadis itu dengan lembut.

"Udah ngerepotin." Jawab Shien seraya tersenyum getir. Seandainya Shien sehat, mungkin mereka bisa berlibur dengan nyaman tanpa harus ada rasa was-was setiap harinya.

Seandainya Shien boleh meminta, Shien ingin Tuhan menguatkan tubuhnya, setidaknya selama dia menghabiskan beberapa hari di sini bersama orang tuanya.

"Shien, kamu kecapekan." Sahut Papa yang datang menyusul ke kamar dengan kedua tangan penuh tas belanjaan hasil buruan Mama dan Shien di pusat perbelanjaan tadi. "Biarkan dia istirahat, Ma. Biar ngomongnya gak ngelantur."

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang