56. Aku Mau Menikah

542 34 3
                                    

EP. 56. Aku Mau Menikah

********

Shien mengerjap, berusaha membuka mata saat mendapatkan kesadarannya kembali. Matanya menyipit, menyesuaikan cahaya yang masuk di ruangan yang dominan putih dengan bau desinfektan yang khas itu.

"Hai." Sapa sesorang berperawakan jangkung dengan balutan jas putih yang berdiri di hadapan tiang infus. Tangannya yang besar tampak sedang menyuntikkan sesuatu ke dalam cairan bening tersebut.

"Udah bangun?" Tanyanya, dia menyunggingkan senyum hangat begitu mata Shien terbuka sempurna.

Tak lantas menjawab, gadis itu bergeming dengan pandangan kosong seraya mengingat-ingat apa yang terjadi terakhir kali sebelum dia berakhir di kamar rumah sakit.

Shien memegangi kepalanya yang terasa ngilu diiringi ringisan kecil begitu kilas balik saat dirinya dan Shanna berada di taman kompleks berputar layaknya film.

Tidak hanya kepalanya, hatinya kembali sakit mengingat perkataan Shanna saat itu.

"Kamu seharusnya udah tahu kapan waktunya harus pergi ke rumah sakit." Nathan terdengar seperti seseorang yang sedang mengomel. Pandangannya menatap lurus pada alat pengatur laju aliran infus yang sedang dia sesuaikan kecepatannya.

Sementara Shien yang mendengarnya hanya mendengus sebal. Baru saja dia bangun, tapi dokter itu sudah mengomelinya saja. Dasar cerewet.

"Kepala kamu sakit?" Nathan lantas mendekat ke arah Shien dan menempelkan telapak tangannya pada dahi mulus gadis itu.

Shien mendelik. Itu bukan urutan yang benar. Seharusnya dokter itu menanyakan keadaan terlebuh dahulu. Huuh.

"Dengkul yang sakit." Sahut Shien seraya memutar bola matanya malas. Nathan mendengus, tapi tidak menyahutinya, dia tidak ingin melakukan adu mulut dengan Shien yang baru saja sadar.

"Demam kamu belum turun. Gak heran kalau kepala kamu sakit." Nathan bergumam sendiri.

Shien hanya diam tak menyahuti. Dia teringat saat itu dirinya kehujanan, pantas saja dia terserang demam juga di samping serangan jantungnya.

"Ngomong-ngomong, udah berapa lama aku di sini?" Tanya Shien dengan suara serak.

Shien ingat, kemarin masih sore, tapi dia tidak tahu sudah berapa lama berada di rumah sakit. Entah satu jam, satu hari, atau satu minggu. Karena sebelumnya, Shien pernah tidak sadarkan diri selama hampir satu minggu.

Nathan kemudian menarik kursi dan duduk di samping ranjang Shien agar mereka bisa berbicara dengan lebih santai.

"Satu." Nathan mangangat satu jari telunjuknya.

"Jam?" Sambung Shien.

Nathan menggeleng. "Satu hari satu malam, dua puluh empat jam." Terangnya kemudian.

"Dan sekarang udah sore lagi." Sambar Nathan seolah mengetahui apa yang hendak gadis itu ucapkan saat Shien hampir saja membuka mulutnya.

Shien mengangguk pelan. Lalu, keheningan terjadi setelah itu.

Shien lantas mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, mencari-cari seseorang yang menemaninya. Papa, Mama, atau Shanna sang kakak.

Shien mulai terbiasa melihat wajah mereka begitu dia terbangun di ruangan yang serba putih ini. Jadi, saat dia tidak mendapati mereka atau salah satu dari ketiganya berada di sana, Shien merasa sedikit, err. . ., sedih.

Shien tidak ingin sendirian lagi sekarang.

"Papa kamu lagi keluar sebentar, katanya mau angkat telepon. Kalau Mama kamu, katanya mau ngambil baju ganti ke rumah." Sekali lagi, Nathan berhasil membaca apa yang sedang dipikirkan gadis cantik berwajah sepucat salju yang ada di hadapannya itu.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang