EP. 22. Kecewa
********
Sekitar jam sebelas malam, Shien selesai membersihkan dirinya di kamar mandi setelah beberapa saat yang lalu Langit membawanya pulang dari pantai. Suasana sangat canggung selama perjalanan pulang karena adegan ciuman yang tak terduga dan cukup lama itu.
Mendudukkan dirinya di depan meja rias. Shien menghela napas panjang seraya memejamkan matanya untuk menenangkan hatinya yang gamang.
Tanpa Langit memberitahu, sejak awal Shien juga tahu bahwa dirinya sudah jatuh cinta pada sosok laki-laki bernama Langit itu. Hanya saja, Shien berusaha menyangkal setiap detiknya, membohongi diri sendiri bahwa dia tidak menyukai Langit dan tak akan membiarkan hatinya jatuh.
Shien selalu berusaha membuang perasaannya sebelum dia jatuh terlalu dalam. Tapi kenyataannya, hatinya semakin jatuh terperosok pada sosok Langit setiap harinya.
Bukan tanpa alasan Shien harus membuang perasaannya jauh-jauh pada Langit.
Pertama, dia tidak ingin menyakiti hati kakaknya yang lebih dulu menyukai dan bertemu laki-laki itu. Shien bahkan merasa sangat buruk setelah tadi berciuman, dia merasa sudah mengkhianati Shanna. Tidak. Dia merasa sangat buruk setelah pergi seharian bersama Langit. Ada perasaan bersalah yang mengganjal di hatinya.
Dan yang kedua, dari awal Shien sudah mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak boleh mengikat dirinya dengan siapapun.
Shien tidak bodoh untuk tidak mengetahui bahwa kondisi kesehatannya kian memburuk setiap harinya, meski Tante Hilda dan dan Nathan tidak memberitahunya.
Shien bukannya pesimis untuk terus berjuang bertahan hidup, tapi kenyataan bahwa hidupnya mungkin tidak lama lagi itu tak bisa disangkalnya, dan Shien tidak ingin mengambil resiko untuk memberikan pengalaman menyedihkan pada seseorang yang dicintainya. Baik itu Langit atau siapapun juga.
Seandainya dia melangkah maju, Shien tetap akan meninggalkan Langit pada akhirnya. Lebih baik berhenti sekarang daripada dia harus membiarkan Langit tersiksa nantinya, saat nyawa Shien tiba-tiba diambil paksa.
Shien harus membuat Langit berhenti dan menyerah padanya lebih awal. Setidaknya itu tidak akan terlalu menyakitkan karena hubungan mereka belum masuk ke tahap yang lebih jauh. Shien harus segera memberi penegasan pada laki-laki itu. Begitu juga dengan dirinya.
"Buatlah Shien semakin cantik."
Shien tersenyum geli ketika dia membaca tulisan yang tadi di tulis Langit di atas tutup kotak obat hariannya saat mereka berada di kamar hotel beberapa jam yang lalu untuk membersihkan diri selepas kembali dari pantai.
"Aku udah kasih mantra di obat kamu." Ucap Langit sesaat setelah dirinya mencoret-coret kotak obat harian milik Shien menggunakan spidol kecil. "Jadi, jangan bolos minum obat atau kamu gak akan cantik lagi."
Raut wajah Shien terlihat sendu saat mengingat itu.
"Buatlah Shien sembuh." Shien mengartikan mantra yang ditulis Langit seperti itu, yang sebenarnya adalah sebuah doa. "Jadi, jangan bolos minum obat atau kamu semakin sakit."
Langit menyemangatinya dengan metafora agar tidak menyinggung perasaannya. Tapi itu justru malah membuat Shien sedih karena merasa dikasihani. Dan Shien paling tidak suka siapapun mengasihaninya.
Ahh, hati dan pikiran Shien benar-benar semrawut hari ini.
Shien melangkah keluar dari kamarnya setelah dia meminum obat. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kamar Shanna.
Shien menghabiskan beberapa menit lebih lama di depan pintu kamar berwarna putih itu sambil sesekali menghembuskan napas berat. Hingga sejurus kemudian, tangannya terulur untuk membuka pintu kamar tersebut dengan hati-hati agar tidak membangunkan si pemilik kamar yang mungkin sudah tertidur pulas. Jelas saja, ini sudah hampir tengah malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SO IN LOVE [END]
RomanceHi, Readers. Kisah ini adalah Spin Off dari STILL IN LOVE. Yang suka baca jangan dilewat satu part pun, yes. Aku lebih suka orang yang baca ceritaku daripada sekedar vote. Thanks, all. ******** "Dia adalah gadis pertama yang tidak mau menerima ulur...