EP. 83. Regret
********
Mama, Shanna, dan juga Papa yang saat itu baru saja kembali dari kantor, langsung disambut wajah panik serta cemas istri dan anak sulungnya di depan ruang ICU.
Bukan waktu yang tepat untuk beliau menegur Shanna yang baru muncul setelah dua bulan lamanya. Papa tidak marah. Hanya saja, sebagai orang tua dia sangat khawatir anaknya berada jauh dari rumah dan tidak mengabarinya sama sekali.
Papa terus menenangkan keduanya, sementara lelaki paruh baya itu mungkin membutuhkan kekuatan lain untuk dirinya sendiri. Sama halnya dengan Mama dan Shanna, Papa juga diliputi rasa takut yang luar biasa setiap kali mendapati kabar jika Shien kembali mengalami henti jantung.
Memang begitulah seorang Ayah. Mereka selalu terlihat jauh lebih tegar dan kuat, padahal di dalam hatinya sendiri mungkin begitu rapuh.
"Nate, Shien gimana?" Mama langsung bertanya tidak sabar begitu mendapati Nathan baru saja keluar dari ruang ICU setelah menangani Shien di dalam sana.
"Shien masih bersama kita." Jawab Nathan tersenyum menenangkan, membuat Mama, Papa, dan juga Shanna bernapas lega mendengarnya. Mereka sudah takut jika Tuhan akan benar-benar membawa pergi Shien dari hidup mereka.
"Tapi kenapa Shien lebih sering mengalami serangan jantung akhir-akhir ini, Nate? Apa gak ada cara lain untuk menghentikannya? Operasi atau pengobatan lainnya? Atau transfer ke rumah sakit terbaik di luar negeri?" Mama kembali bertanya, kali ini bertubi-tubi.
Sungguh, dia tidak sanggup melihat kondisi Shien yang terkadang tiba-tiba memburuk seperti ini, apalagi itu terjadi cukup sering.
Nathan mengambil napas dalam untuk sejenak, sebelum kemudian dia mengajak mereka untuk berbicara di ruangannya tanpa menjawab pertanyaan Mama terlebih dahulu.
"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi sama Shien, Nate?" Kali ini Papa yang mulai membuka suara saat mereka tiba di ruangan Nathan.
Nathan menggeleng lemah seiring dengan helaan napas beratnya.
"Kondisinya benar-benar menurun. Dan hal itu bukan semata-mata karena akibat dari kecelakaan yang dialami Shien, tapi karena penyakit jantung bawaannya. Ditambah kondisi jantung Shien yang semakin lemah, oleh karena itu dia sering mengalami serangan jantung hingga akhirnya menyebabkan henti jantung yang sebenarnya itu akan berakibat sangat fatal jika terlambat sedikit saja ditangani."
Nathan kembali mengambil napas sejenak, sebelum kemudian melanjutkan penuturannya.
"Dan operasi korektif tidak bisa dilakukan lagi untuk menangani kelainan jantung bawaan Shien, kondisinya sudah tidak memungkinkan. Jalan terbaik adalah dengan operasi transplantasi. Walaupun kami tidak bisa menjamin kesadaran Shien dari kondisi komanya, tapi dengan transplantasi, setidaknya kemungkinan Shien untuk terhindar dari keadaan kritis dan komplikasi, itu jauh lebih besar." Jelasnya kemudian, sedikit menjawab pertanyaan yang Mama ajukan saat berada di depan ruang ICU tadi.
Mama dan Papa saling melirik cemas. Bahkan jika Shien melakukan operasi besar yang awalnya menjadi cara terbaik untuk kesembuhannya, tapi hal itu saat ini tetap tidak bisa menjamin gadis itu akan terbangun dari tidur panjangnya.
Tapi yang membuat Mama dan Papa khawatir adalah ketidaktersediaan donor yang cocok untuk Shien. Itu tidak semudah mendapatkan barang limited edition atau tender di perusahaan. Tidak semudah itu. Bahkan saat Shien berada di urutan pertama dalam daftar tunggu kandidat transplantasi.
"Dan dalam kondisi Shien saat ini. . . ." Nathan menjeda kalimatnya sebentar. "Untuk transfer ke rumah sakit di luar negeri itu sangat tidak memungkinkan dan tidak disarankan. Tapi untuk memanggil dokter terbaik dari sana, itu bisa dilakukan. Rumah sakit bisa mengatur semuanya untuk Shien."
KAMU SEDANG MEMBACA
SO IN LOVE [END]
RomanceHi, Readers. Kisah ini adalah Spin Off dari STILL IN LOVE. Yang suka baca jangan dilewat satu part pun, yes. Aku lebih suka orang yang baca ceritaku daripada sekedar vote. Thanks, all. ******** "Dia adalah gadis pertama yang tidak mau menerima ulur...