EP. 102. Banyak Tingkah
********
Setelah pergulatan yang terjadi hampir sepanjang malam tadi, Langit dan Shien nampak masih meringkuk di balik selimut dengan tubuh tanpa busana. Udara dingin akibat hujan di luar pagi itu membuat keduanya enggan untuk beranjak dari pembaringan meski mata sudah sama-sama terbuka.
"Lang. . . ."
"Hum?" Langit bergumam seraya mengecupi tulang selangka Shien yang terbuka, lalu semakin merambat ke bawah hingga mulutnya bertemu puncak dada Shien dan menyesapnya seperti bayi. Hal itu jelas membuat Shien gelisah dan menahan napasnya.
"Ini jam bera. . pa. . eungh. . . ." Shien tidak bisa untuk tidak mendesah saat tangan Langit memijat sebelah buah dadanya yang bebas.
"Delapan. . . ." Langit kembali bergumam tanpa melepaskan mulutnya dari puncak dada Shien, terus mengemutnya seperti sebuah lolipop.
"Yaaa?" Pekik Shien dengan mata yang seketika melebar sempurna. Namun, Langit tidak peduli, dia menikmati kegiatan paginya yang sudah menjadi kebiasaan setelah menikah dengan Shien.
"Ya ampun Lang, aku kesiangan." Panik Shien sambil berusaha mendorong wajah Langit hingga terlepas dari dadanya, dan hal tersebut langsung membuat laki-laki itu memasang wajah merengut.
"Kesiangan apaan, sih? Udah sini tidur lagi." Langit menahan lengan Shien yang hendak menyibak selimut dan bersiap bangun, lalu mendekapnya erat hingga membuat tubuh Shien terkunci oleh tangan kekarnya.
"Aku belum nyiapin sarapan." Protes Shien sambil menggeliatkan tubuhnya untuk keluar dari dekapan tangan Langit.
"Kan ada Bibi." Sahut Langit ogah-ogahan seraya memejamkan matanya. Cuaca hujan di pagi hari memang sangat cocok untuk tarik selimut kembali.
"Terus ngebiarin Papa sarapan sendirian? Gak enak ihh." Shien memukul pelan bahu Langit yang terbuka. Namun Langit malah semakin mengeratkan pelukannya hingga tubuh mereka benar-benar saling menempel tanpa ada jarak sedikitpun.
"Papa itu gak kolot. Papa pasti ngerti, kok. Malahan seneng karena ngira kita lagi bikinin cucu buat dia." Sahut Langit nyeleneh, lalu menggerakkan tangannya untuk mengusap perut datar Shien, berdoa agar benihnya tumbuh dengan baik di sana.
Namun, kata cucu yang diucapkannya membuat Shien kembali merasa bersalah dan sedih sekaligus. Sungguh, dia belum siap untuk itu. Shien masih takut dengan kenyataan yang mungkin terjadi.
Bukannya Shien ingin mendahului takdir, hanya saja ketakutan itu begitu menghantui pikirannya hingga sulit disingkirkan. Maka dari itu, Shien butuh waktu setidaknya sebentar saja untuk mengusir pikiran buruk itu secara perlahan-lahan.
"Ihh geli. . . ." Shien menggeliat pelan akibat rasa geli yang ditimbulkan dari sentuhan tangan Langit di perutnya. "Tangan kamu dari tadi travelling terus." Lalu memukul pelan tangan Langit yang kini turun menuju pangkal paha hingga menyentuh pusat tubuhnya.
Langit terkekeh, kemudian mengecupi rahang Shien. "Ya gak apa-apa kali. Kan sekarang udah halal mau nyentuh yang mana aja."
Dan sekali lagi Langit menyentuh pusat tubuh Shien, kali ini dengan sedikit penekanan hingga membuat sang istri melenguh tertahan, dan itu otomatis membuat gairah Langit bangkit lagi.
"Jangan ditahan. . . ." Bisik Langit dengan seringai nakal tersungging di bibirnya.
Shien mengerjap, berusaha mencerna ucapan Langit. Namun sejurus kemudian, Langit beranjak dari pembaringan, bukan untuk bangun, melainkan untuk kembali membungkuk di atas tubuh molek Shien.
Shien membelalak seraya menyilangkan tangan di depan dadanya waspada. "Ka– kamu mau ngapain?"
"Emangnya mau apa lagi?" Langit lantas melepaskan tangan Shien yang menutupi dadanya, lalu mulai menciumi tulang selangka sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
SO IN LOVE [END]
RomanceHi, Readers. Kisah ini adalah Spin Off dari STILL IN LOVE. Yang suka baca jangan dilewat satu part pun, yes. Aku lebih suka orang yang baca ceritaku daripada sekedar vote. Thanks, all. ******** "Dia adalah gadis pertama yang tidak mau menerima ulur...