108. Sakit

879 39 3
                                    


Happy reading.

EP. 108. Sakit

********

Menjelang persalinan yang diperkirakan satu minggu lagi, dokter menyarankan Shien untuk melakukan teknik relaksasi sehingga bisa mengurangi kecemasan Shien yang takut melahirkan.

Shien juga mengikuti kelas persalinan karena di sana para ibu hamil dilatih untuk mengendalikan rasa sakit ketika bersalin dan diberi tahu mengenai pilihan metode persalinan yang bisa ibu hamil jalani.

Langit yang tidak ingin melihat istrinya kesakitan melahirkan dua anak sekaligus, menyarankan Shien untuk operasi caesar, begitu pula dengan Mama yang menyarankan hal yang sama. Tapi Shien menolak saran tersebut, dia dengan yakin menjawab bahwa dia pasti bisa melahirkan secara normal.

"Sayang, kamu yakin mau normal?" Tanya Langit yang malam itu sedang membantu Shien mengemas barang-barang ke dalam tas untuk dibawa ke rumah sakit nanti saat Shien melahirkan. Rencanya mereka akan tinggal di rumah sakit tiga hari sebelum hari perkiraan lahir Shien tiba.

"Hmm." Sahut Shien sambil menutup ritsleting satu tas berisi perlengkapan bayi yang sudah selesai dikemasnya. "Lagian dokter bilang aku bisa, kok."

"Tapi aku yang takut, Sayang."

Setelah selesai mengemas barang-barang yang akan di bawa ke dalam tas, Langit lalu beringsut mendekati Shien, kemudian mengusap-usap perut Shien dan menciumnya.

Shien mengernyit bingung, padahal sebelumnya Langit yang selalu menenangkannya setiap kali dia mengeluh takut melahirkan. Kenapa sekarang tiba-tiba jadi Langit yang cemas?

"Kan aku yang mau ngelahirin, kenapa kamu yang takut?" Sahut Shien sambil mengusap kepala Langit yang masih berada di depan perutnya.

Langit menarik diri, lalu menatap Shien dengan tatapan cemas. Ada gurat kegelisahan di wajahnya.

"Aku cuma takut. . . ." Dia lantas menjatuhkan kepalanya di bahu Shien. "Takut terjadi apa-apa sama kamu." Cicit Langit kemudian, mengungkapkan kegundahan hatinya.

Menghembuskan napasnya pelan, Shien lantas mengulurkan tangannya, lalu mengusap-usap punggung Langit. "Percaya sama aku, Lang. Aku pasti bisa membawa anak-anak kita ke dunia ini dalam keadaan baik-baik aja."

"Tapi kalau kamu gak kuat normal, kamu harus turutin apa kata aku. Metode apapun itu walaupun bukan dengan cara normal, kamu tetap akan menjadi ibu yang seutuhnya untuk anak-anak kita." Ujar Langit, mengingat kebanyakan wanita selalu berpikir dan merasa telah menjadi wanita seutuhnya ketika mereka dapat melahirkan anaknya secara normal, termasuk Shien.

Shien mendorong dada Langit untuk menciptakan sedikit jarak di antara mereka hingga kini dia bisa bersitatap dengan suaminya. "Everything's gonna be okay. Trust me, hum?"

Langit kemudian menyentuh sebelah pipi Shien, lalu membelainya lembut. "Yang kuat kamu ya, Shi. Maaf karena perbuatan aku, kamu harus berjuang sampai seberat ini."

Shien mendengus geli sambil menyentuh tangan Langit yang berada di pipinya. "Apaan, sih? Aku gak ngerasa kalau semua ini berat."

Mendengar itu, Langit lantas tersenyum usil. "Kalau gitu, habis si kembar lahir siap, dong, bikin anak ketiga, keempat, dan seterusnya?"

"Ishh." Shien tersenyum jengkel sekaligus gemas seraya mendaratkan cubitan besar di perut Langit yang berotot. "Yang ini aja belum lahir, kamu udah mikirin punya anak lagi."

Sementara Langit yang mendengar itu hanya terkekeh geli diiringi ringisan ngilu akibat cubitan tangan Shien yang ditimbulkan. Dia lantas membungkukkan sedikit tubuhnya, menghadapkan wajahnya tepat di depan perut Shien yang buncit.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang