54. Memaksa

460 36 3
                                    

EP. 54. Memaksa

********

Langit dan Shien berjalan bersisian dengan langkah perlahan, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar halaman rumah yang terbilang sangat luas itu.

Sementara para orang tua asyik mengobrol membahas masa muda dan keluhan-keluhan mereka selama menjadi orang tua saat ini di ruang keluarga setelah makan malam selesai. Pembahasan yang cukup membosankan bagi anak muda seperti Langit dan Shien.

Dan ikut bergabung di sana, mereka hanya terus mendapat ledekan atau desakan nyeleneh untuk segera menikah dari para orang tua itu. Mereka bahkan sudah meminta jumlah cucu yang harus Langit dan Shien berikan setelah menikah. Tck, ada-ada saja. Belum tentu juga mereka berjodoh.

Tidak ada percakapan di antara mereka hingga suasana hening tercipta, hanya terdengar derap langkah yang ditimbulkan dari sepatu yang mereka kenakan, serta suara binatang malam yang bersembunyi di balik pepohonan, semak-semak, atau bebatuan.

Malam itu langit penuh bintang. Rasanya, tidak ada satu pun bintang yang ingin bersembunyi di balik persembunyiannya. Bulan juga terlihat lebih terang dari biasanya, mirip dengan lampu neon berdaya tinggi yang tertempel di langit.

Shien melirik Langit. Tangan laki-laki itu besar dan bergoyang kosong di samping celana chino warna khakinya.

Diam-diam, Shien mengulurkan tangannya untuk meraih dan menggenggam tangan besar itu. Namun, gerakannya terhenti saat Langit malah memasukkan tangannya ke dalam saku celana.

"Ohh, iya, Shi. . . ."

Shien terperanjat. Lantas buru-buru dia kembali memasang ekspresi tenangnya.

"Ehh, ohh. Iya, kenapa?" Gadis itu gelagapan. Langit tersenyum melihatnya.

"Tadi sore kamu bilang gak bisa datang. Ketemu sama Penulisnya kamu cancel atau diundur?" Tanya Langit.

"Eung. . . , diundur." Jawab Shien terdengar ragu. "Kenapa? Bukannya kamu seneng aku datang?"

Shien heran karena melihat reaksi Langit yang terlihat biasa saja sejak awal kedatangannya.

"Seneng banget, lah. Shiennya aku datang ke rumah, mana mungkin aku gak seneng." Jawab Langit penuh penekanan saat menyebut Shien sebagai miliknya.

Sementara Shien yang mendengarnya hanya mengulum senyum simpul, tidak menyahutinya.

"Duduk di sana, yuk, Shi." Langit menunjuk teras belakang rumah yang dilengkapi kursi dan bantal sehingga nyaman untuk dijadikan tempat bersantai.

Gadis itu hanya mengangguk dan mengikuti langkah Langit menuju teras belakang, kemudian duduk berdampingan di sana sambil menatap pemandangan langit yang dipenuhi hamparan bintang berkerlap-kerlip, yang tentunya sangat jarang muncul, mengingat Bandung yang mereka tempati adalah daerah perkotaan.

"Mereka cantik." Gumam Shien, wajahnya nampak kagum melihat benda langit yang memancarkan cahaya itu.

"Itu karena kita melihatnya dari kejauhan." Ujar Langit, tanpa mengalihkan pandangannya dari objek astronomi yang tengah ditatapnya.

Menghela napas sejenak, Langit kemudian menoleh pada makhuk cantik yang ada di sampingnya itu. "Shien."

"Ya?" Gadis itu ikut menoleh begitu namanya dipanggil hingga kini pandangannya beradu dengan mata Langit yang teduh.

"Shien, kamu orang yang kayak gimana? Apa kamu orang yang akan terlihat cantik dari kejauhan atau dari dekat?" Tanya Langit sambil menatap gadis itu lekat-lekat. Tatapannya hangat, namun tajam.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang