10. Psycho

744 53 2
                                    

EP. 10. Psycho

********

Keesokan harinya, Shien sudah bersiap-siap untuk pulang dari rumah sakit. Kondisi tubuhnya sudah cukup membaik. Dengan demikian, dia diizinkan pulang hari itu juga. Di ruang rawatnya masih ada Shanna dan Mama yang sejak kemarin menemaninya bersama Tante Hilda.

"Shi, sementara kamu tinggal di rumah orang tua kamu, ya?" Tutur Tante Hilda hati-hati, dan penuturannya itu sontak membuat Shien mengernyitkan keningnya tak mengerti.

Apa maksud Tante Hilda? Apa dia mau mengusirnya secara halus atau membantu Mama membujuknya? Pasalnya, sejak tadi Mama terus meminta Shien untuk ikut pulang bersamanya. Begitupula dengan Shanna yang mengeluarkan segala jurus rayuannya untuk membujuk sang adik. Tapi Shien hanya menanggapinya dengan dingin dan sekali ucap dia menolaknya mentah-mentah.

"Tante ngusir aku?" Tanya Shien seraya tersenyum kecut.

"Mana ada Tante ngusir kamu." Sambar Tante Hilda cepat, dia harap keponakannya itu mengerti. "Tante harus pergi ke Amerika selama sepuluh hari, Tante gak bisa ninggalin kamu sendirian di rumah tanpa pengawasan. Apalagi kaki kamu sakit."

"Di rumah, kan, ada Bibi." Sahut Shien, masih tak bisa menerima jika dia harus tinggal di rumah orang tuanya, meski itu hanya sementara.

"Dia orang baru, Tante belum bisa percaya sama dia." Ujar Tante Hilda sembari memasang wajah memelas agar Shien menurutinya.

"Kalau gitu Fina bisa jagain aku kayak biasa." Shien masih keukeuh.

"Akhir-akhir ini kamu, kan, tahu kalau kantor lagi sibuk, Fina juga harus kerja, Shi."

"Tante gak usah khawatir, aku bisa jaga diri sendiri, kok." Shien berujar dingin, dia lalu membuang muka seolah meminta Tante Hilda untuk tidak membahas lagi perihal dia yang harus tinggal di rumah orang tuanya sementara.

"Apa susahnya, sih, Shi, ikut kami pulang?" Sambar Shanna sedikit kesal karena sang adik sulit sekali dibujuk. Padahal, dia dan Mama hanya akan membawa Shien pulang ke rumah, bukan ke hutan belantara.

"Maaf, aku gak nyaman kalau gak tinggal di rumah sendiri." Sahut Shien penuh penekanan.

"Emang kita pulang ke mana? Jelas rumah Mama sama Papa itu rumah kita. Rumah kamu juga." Balas Shanna sengit, tapi dia masih menjaga nada bicaranya agar tidak membentak sang adik.

"Rumah kita? Rumah aku? Kamu kayaknya salah ngomong, Kak." Ucap Shien diiringi salah satu sudut bibirnya yang tersunging membentuk senyuman sinis. Dia lantas menatap Shanna dengan tatapan dinginnya seolah siap membekukan saudara kembarnya itu.

Ucapan Shien barusan jelas membuat hati Mama mencelos sakit. Dan sekali lagi, dia hanya bisa menghembuskan napas berat.

"Ha-ha. Lucu." Lanjut Shien, dia kemudian turun dari ranjang pasiennya, lalu berjalan tertatih karena sebelah kakinya masih sakit.

Shien berniat pergi dari ruang rawatnya. Pikirnya, dia lebih baik pulang sendiri naik taksi daripada harus mendengar Tante Hilda berbicara untuk membujuknya.

"Kamu nurut sama Tante atau–" Seruan Tante Hilda berhasil menghentikan tangan Shien yang hendak membuka pintu. Gadis itu kembali berbalik melihat sang Tante dengan tatapan penuh tanya.

"Atau kamu gak bisa jadi bagian dari Snow Candy lagi." Ancam Tante Hilda membuat Shien mendengus.

Sejenak Shien terdiam seraya menatap Tante Hilda dengan tatapan memelas, tapi wanita paruh baya itu membalasnya dengan tatapan menantang.

Shien masih bergeming, lantas dia mendesis sebal sambil meremas jemari tangannya. Sial, Tante Hilda menemukan celah untuk mengancamnya.

"30% saham milik kamu di Snow Candy Tante ambil kembali dan kamu bisa Tante blacklist dari dunia penulis. Kamu tahu, kan, kalau Tante bisa melakukan it–"

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang