46. Dilema

459 32 2
                                    

EP. 46. Dilema

********

Hidup di zaman modern memang menguntungkan. Kita hidup di mana orang-orang tergerak oleh bantuan mesin yang cukup mampu meringankan pekerjaan.

Termasuk salah satunya adalah keberadaan ponsel pintar. Dengan adanya benda tersebut, kita dapat menghemat waktu kita, baik untuk berhubungan dengan orang lain dari jarak jauh sampai dengan layanan pesan antar makanan daring.

Kaum millennials seperti Shanna benar-benar sudah dimanjakan dengan benda pipih itu. Jika dulu ketika lapar, maka pilihannya ada dua. Mau berkorban tenaga untuk membeli makanan di luar atau memasak sendiri dengan bahan yang ada di rumah.

Namun, sekarang tidak perlu serepot itu. Kemunculan layanan pesan antar makanan daring berbasis aplikasi sudah menggeser perilaku konsumen, termasuk Shanna.

Shanna tidak perlu repot ke luar saat dirinya kelaparan, karena sekarang solusi perut keroncongan ada di ujung jari. Dalam beberapa klik, Shanna tinggal memilih makanan yang diinginkannya hanya dengan mengandalkan smartphone. Tinggal duduk cantik, dan tidak terasa pesanan sudah datang saja.

Setelah mengambil paket makanan berisi dua bungkus batagor dari kurir, Shanna kembali ke kantornya. Tentu saja dengan harapan bisa menikmati batagor itu dengan tenang sambil melihat-lihat beberapa destinasi wisata untuk study tour peserta didik Little Brown Education miliknya.

Nmun, Baru saja Shanna membuka penutup kemasan berbahan plastik food grade berisi batagor itu, tiba-tiba kepala sekretarisnya yang tampan menyembul dari balik pintu kaca tanpa wallpaper.

"Kenapa belum pulang, Sep?" Tanya Shanna begitu laki-laki berpenampilan kasual itu masuk ke ruangannya. Mengingat ini memang sudah waktunya pulang kerja.

"Udah gue bilang panggil gue Aigo, Bu Direktur." Protes laki-laki itu sambil memukul kepala Shanna menggunakan gulungan brosur tempat les.

Shanna mencebik. "Lah, nama lo, kan, emang Asep. Asep Aigo Purwanto." Lalu tawa ledekan keluar dari mulut Shanna, terdengar cukup nyaring dan sangat menjengkelkan di telinga Aigo.

Aigo, si sekretaris sekaligus sepupu Shanna dari pihak Papa, membuat hubungan mereka yang pada dasarnya atasan dan bawahan tidak harus terjebak dalam situasi formal.

"Ngeselin lo." Aigo mendengus kesal. Kesal karena Shanna meledeknya, dan kesal karena orang tuanya menyantumkan kata Asep dalam namanya.

Memang artinya sangat baik, dalam bahasa Sunda, Asep berarti tampan. Tapi, tetap saja Aigo urung menerimanya. Menurutnya itu tidak keren.

"Ada apa?" Tanya Shanna seraya mengusap sudut matanya yang berair.

"Ada tamu. Di ruang tunggu." Jawab Aigo, masih dengan memasang tampang masam.

"Tamu?" Shanna merengut bingung.

Rasanya, hari ini Shanna tidak membuat janji dengan siapapun, kecuali Langit yang tadi dia ajak berbelanja. Dan kalaupun Langit datang menjemputnya, maka Aigo tidak akan melaporkannya karena dia sudah mengenalnya karenaLangit bukanlah tamu untuk Shanna.

"Who's that?"

Sebelum Aigo sempat membuka mulutnya, seseorang muncul dari luar. Dia melambaikan tangan sambil berjalan ke arah meja kerja Shanna bak seorang model catwalk.

"Hai, Shanna."

Shanna memutar bola matanya malas. Hanya orang itu yang memanggilnya dengan suara lembut mendayu layaknya wanita penggoda, Terry. Pasalnya, tidak ada teman-teman perempuan Shien yang terdengar secentil itu.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang