19. First Date

627 43 2
                                    

EP. 19. First Date

********

"Besok-besok mau berangkat jam berapa? Jam empat? Jam tiga?" Sindir Langit kemudian. Shien menggigit bibir bawahnya dengan kesal, lalu memutar otak untuk memikirkan rencana pelarian diri dari laki-laki yang ada di hadapannya saat ini.

Mengambil ponsel dari dalam tasnya, Shien berniat untuk menghubungi Fina yang tak kunjung datang. Ke mana gadis itu? Bukankah Shien sudah memberitahunya tadi malam untuk menjemput lebih pagi?

"Fina udah aku suruh pergi." Langit dengan cepat merampas ponsel Shien saat gadis itu baru saja mendekatkan ponsel tersebut di telinganya.

Shien menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan kasar. Langit benar-benar seenaknya dan suka mendominasi.

"Kembaliin, gak?" Shien berusaha mengambil kembali ponsel miliknya, namun dengan segera Langit mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

"Ambil aja." Tantang Langit setelah menyimpan ponsel milik Shien ke dalam saku celana bahan warna putih yang dikenakannya.

"Kamu apa-apaan, sih?" Tanya Shien kesal.

"Kamu yang apa-apaan? Sengaja, kan, berangkat subuh-subuh buat ngehindarin aku?" Langit balik bertanya.

"Kalau iya emang kenapa?" Shien tak mengelak.

"Tck, niat banget." Langit berdecak sinis. "Tapi sayang usaha kamu gak berhasil kali ini."

"Aku ingetin, kamu gak usah jemput-jemput aku lagi." Shien memperingati. Sejak awal, dia sudah tidak setuju tentang ini.

"Apa? Aku gak denger?" Sahut Lagit menyebalkan.

Shien mendengus. Sumpah demi apapun, wajah Langit terlihat sangat menjengkelkan saat ini.

"Terserah." Shien lantas berbalik untuk kembali masuk ke rumahnya.

Namun, baru saja dia menyentuh pintu gerbang untuk dibukanya, Langit dengan cepat meraih tangannya dan menariknya, lalu menuntun gadis itu untuk masuk ke dalam mobil dengan sedikit paksaan.

"Langit. Kamu apa-apaan?" Shien meronta saat Langit sudah berhasil mendudukkannya di kursi penumpang, tepatnya di samping kursi pengemudi.

Langit tak menyahutinya. Ekspresi wajah laki-laki itu terlihat dingin menahan kesal.

Jelas saja, dia merasa Shien sedikit menyebalkan karena terus berusaha menghindarinya. Sepertinya pemaksaan adalah jalan terbaik untuk menarik Shien lebih dekat padanya

"Ka-kamu mau ngapain?" Tanya Shien gugup saat mendapati Langit mengunci tubuhnya dengan kedua tangan yang bertumpu pada sandaran kursi mobil. Sekonyong-konyong tubuh Shien mendadak lemas dengan detak jantung yang berpacu lebih cepat dari biasanya.

Gadis itu memalingkan wajah seraya merapatkan punggungnya serapat mungkin pada sandaran kursi.

Dalam posisi sedekat ini, seketika hati Shien berdesir. Seluruh bulu kuduknya seperti berdiri dan darahnya mengalir cepat ke seluruh tubuh. Terpaan napas Langit yang hangat menyentuh sisi wajahnya, membuat tubuh Shien meremang.

Beberapa detik berlalu, namun tak terjadi apa-apa. "Kamu mikirin apaan?"

Shien melongo saat tiba-tiba Langit mengacak-acak rambutnya, lalu beranjak menjauhkan tubuhnya dan menutup pintu mobil dengan kedua sudut bibir yang tertarik membentuk senyuman penuh ledekan.

"Hiish." Shien memukul kepalanya karena sudah berpikir yang tidak-tidak. Sebab pada kenyataannya, Langit hanya memasangkan sabuk pengaman untuknya.

Saking liarnya pikiran Shien, dia bahkan tidak menyadari sabuk pengaman itu tahu-tahu sudah menyilang dari pundak ke pinggangnya. Ahh, Shien benar-benar malu. Dia ingin menenggelamkan dirinya saja ke lapisan bumi paling dasar.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang