14. Jodoh Tak Akan Ke Mana

693 41 0
                                    

EP. 14. Jodoh Tak Akan Ke Mana

********

Di ruangannya, Shien memainkan koin Australia yang dia dapatkan dari Langit dengan cara terus memelintirnya.

Pandangannya tampak kosong, menatap lurus koin yang terus berputar. Sementara pikirannya melayang pada kejadian beberapa saat yang lalu, saat Langit tiba-tiba menciumnya.

"Sialan." Shien menyentak meja hingga koin yang tengah berputar itu berhenti dan terpental ke ujung meja, nyaris saja terjatuh.

Langit benar-benar brengsek. Siapa dia berani menciumnya sembarangan? Langit bahkan belum lama mengenalnya. Perasaan dongkol itu masih bersemayam di hatinya.

Shien menerka-nerka, mungkin Langit adalah laki-laki yang suka menggoda setdiap gadis atau laki-laki itu tertarik padanya.

Jika itu yang pertama. Apa dia juga melakukan hal seperti tadi pada kakaknya, Shanna? Memang sialan, itu tidak boleh dibiarkan. Kalau seperti itu dia tidak boleh membiarkan Langit mendekatinya ataupun kakaknya. Dia harus menaburkan garam di sekitar kantor dan rumahnya agar laki-laki itu tidak berani mendekat lagi.

Dan jika itu yang kedua. Sebelumnya, bukan dia terlalu percaya diri. Tapi Shien hanya membuat dugaan sementara.

Maka, jika Langit tertarik padanya, itu tidak benar dan tidak boleh terjadi. Shanna menyukainya dan sejak awal Shien tidak pernah ingin mengikat dirinya dengan siapapun. Jika itu terjadi, itu berarti Shien harus membatasi diri untuk tidak dekat-dekat dengan Langit mulai sekarang.

Shien menggelengkan kepalanya, berusaha menepis dugaan yang kedua. Lagipula, mana mungkin Langit menyukainya. Seorang gadis yang berpenyakit seperti dirinya? Jika dia menjadi Langit, dia akan lebih memilih Shanna atau gadis lain yang jelas lebih baik. Tepatnya, lebih sehat dan lebih segalanya.

Shien harus membuang dugaan yang kedua. Dan itu berarti, Langit memang sialan karena laki-laki itu sudah berani menggodanya.

Shien mengacak-acak rambutnya. Pikirannya kacau, rasanya pening sekali mengingat kejadian tadi. Sekarang dia ingin pulang saja dan lebih baik bekerja dari rumah. Masa bodoh dengan jamuan makan malam yang akan dihindarinya.

Tapi, tunggu. . . .

Sebelum dia beranjak dari ruangannya. Shien harus menegur seseorang terlebih dahulu. Fina.

Di mana gadis itu sekarang? Shien harus membuat perhitungan padanya. Jika bukan karena Fina meninggalkannya, kejadian Langit yang menciumnya tidak akan terjadi.

********

Lain halnya dengan Shien.

Langit yang baru saja selesai bergelut di ruang operasi, langsung berlari ke ruangannya dan menyambar ponsel yang tergeletak di atas meja kerja. Lalu, laki-laki itu mencari kontak Shien dan mulai menghubunginya.

Masih dengan posisi duduk di atas meja, Langit menyugar rambutnya frustrasi, sebab Shien tak kunjung menjawab panggilannya.

"Sialan." Langit mengumpat untuk dirinya sendiri. Shien pasti benar-benar marah padanya. Apalagi jika diingat dengan tamparan dan wajah merah padam gadis itu.

Seandainya saja dia tadi cepat tersadar, seandainya saja tadi tidak ada panggilan darurat dari rumah sakit. Langit pasti tadi langsung mengejarnya dan meminta maaf.

Sekarang, apa yang dipikirkan Shien tentangnya? Mungkinkah Shien berpikir dia laki-laki mesum dan kurang ajar?

Ahh, sialan.

Langit sudah menakutinya. Seharusnya dia lebih bisa mengendalikan dirinya. Seharusnya dia melakukannya secara perlahan sampai gadis itu mengetahui dan menerima perasaannya.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang