27. Menikah

951 42 4
                                    

EP. 27. Menikah

********

Shien mendadak seperti orang linglung. Wajahnya terasa panas, tapi ujung-ujung jarinya terasa dingin. Begitu juga dengan jantungnya yang berdegup kencang tak beraturan.

Padahal, sudah hampir lima menit mobil Langit berlalu dari hadapannya. Tapi Shien masih bergeming, berdiri di depan pintu gerbang rumahnya dengan tatapan kosong serta perasaan yang campur aduk. Ahh, Langit benar-benar sudah mengacaukan pertahanannya dalam sekejap.

"Shi. . . ." Panggil Langit memecah lamunan Shien yang selama perjalanan pulang terus diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Tanpa Shien sadari, tiba-tiba saja mobil Langit sudah berhenti di depan pintu gerbang rumahnya.

"Ehh, udah sampai, ya?" Shien gelagapan, lantas dengan buru-buru dia membuka sabuk pengaman yang menyilang dari pundak hingga ke pinggangnya, lalu bersiap-siap membuka pintu mobil untuk turun.

"Shien. . . ." Langit kembali memanggil nama gadis itu karena terlihat buru-buru untuk turun dari mobilnya. Shien refleks langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan sayu, namun terlihat penuh tanya.

Langit tersenyum, lalu mengulurkan kedua tangannya, berharap Shien menyambutnya. Dan tanpa sadar, Shien menerima uluran tangan itu. Langit senang bukan main dan langsung menggenggam tangan gadis itu dengan erat.

"Tolong ingat baik-baik apa yang aku bilang tadi." Tatapan mata Langit sangat teduh, membuat hati Shien seketika tenang dibuatnya.

"Jangan pernah berpikir untuk nolak aku lagi." Langit sedikit memohon, tapi nada suaranya terdengar penuh peringatan. Dia lalu menghela napasnya sejenak untuk kemudian melanjutkan kalimatnya. "Karena aku gak nunggu kamu untuk sebuah penolakan."

Dan lagi-lagi, Shien hanya bungkam mendengar ucapan Langit yang tegas itu. Seperti sebelumnya, saat mereka masih berada di pinggir jalan beberapa jam yang lalu.

Shien tidak bisa berpikir dengan baik saat ini. Langit sudah mengacaukan pertahanannya, namun Shien juga belum bisa membalas dengan jelas pernyataan cinta dari laki-laki itu.

Shien membutuhkan waktu untuk meyakinkan dirinya sendiri, mencari jawaban yang tepat apa yang membuat dirinya pantas untuk bersanding dengan Langit. Si laki-laki baik hati yang nyaris sempurna itu.

Dan juga. . . , Shanna.

Bagaimana Shien harus menghadapi saudara kembarnya itu jika dia menerima cinta Langit? Shanna mungkin akan sedih, dan Shien akan merasa jauh lebih buruk setelah itu.

Ahh, entahlah. Memikirkan hal itu membuat kepala bagian belakang Shien berdenyut-denyut menyakitkan, seperti mau pecah. Mendadak suara denging memenuhi kepalanya.

"I'll be waiting. Come to me when you're ready." Dan di antara dengingan itu, suara Langit yang lembut kembali terdengar.

"And don't hesitate to reach me, when you're ready, okay?" Imbuh Langit seraya mencium kedua punggung tangan Shien yang sedang digenggamnya.

Walaupun Shien tidak menjawab, tapi di dalam otaknya dia masih bergelut dengan pikirannya untuk menyanggupi permintaan Langit itu atau tidak.

Namun, tangannya yang lagi-lagi tanpa diperintah malah langsung membalas genggaman tangan Langit lebih erat.

"Satu lagi. Aku gak akan minta kamu buat pecat bocah itu. Tapi, kamu gak boleh terlalu deket sama dia, gak boleh ngomong sama dia lebih dari tiga kata, gak boleh lihat dia lebih dari tiga detik, gak boleh–"

"Aku ngerti." Sambar Shien, memotong ucapan Langit yang sedang memberikannya peringatan dengan posesif itu. Percayalah, Shien mengatakan ini juga di luar kesadarannya.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang