72. Luar Negeri?

515 37 3
                                    

EP. 72. Luar Negeri?

********

"Hei. . . ." Nathan mengambil tempat duduk di tepi kolam renang, di samping Shien yang tengah asyik menatap kosong air kolam yang tenang dengan sebagian kakinya sengaja dia celupkan ke dalam air.

"Gak baik lho anak gadis malem-malem di luar." Nathan berusaha menarik perhatian Shien yang masih terdiam tanpa minat. "Nanti ada yang nyulik."

Shien mendengus kecil. "Di rumah sendiri siapa yang mau nyulik?"

"Orang ganteng." Nathan menunjuk dirinya sendiri sambil memainkan alisnya.

Shien memutar bola matanya malas. Apa semua laki-laki berwajah tampan di dunia ini selalu memiliki tingkat kepercayaan diri yang melampaui batas seperti itu? Cih.

"Gak ada yang ngakuinnya, ya, sampai harus muji-muji diri sendiri kayak gitu?" Cibir Shien.

Nathan terkekeh kecil, lalu dengan jahilnya mencipratkan air kolam ke wajah Shien, hingga membuat gadis itu memelototinya dengan tatapan kesal dan tajam. "Jadi cewek tuh, gak, boleh jutek-jutek. Nanti gak laku."

"Kamu, tuh, yang gak laku." Sahut Shien kesal sambil mengusap wajahnya yang terkena cipratan air. Sementara Nathan hanya mendengus geli, lalu menatap Shien sebentar sebelum kemudian melemparkan pandangannya ke kolam renang.

"Shien. . . ." Panggil Nathan, lalu ikut mencelupkan kakinya ke dalam air setelah sebelumnya dia menggulung celana jeans yang dikenakannya hingga sebatas betis.

"Hmm." Sahut Shien malas, matanya mengerjap-erjap, sedikit perih karena terkena air.

"Kamu gak ada kepikiran untuk berobat di luar negeri? Amerika atau Jerman misalnya?" Tanya Nathan hati-hati, membuat gerakan tangan Shien yang sedang mengucek matanya seketika terhenti.

Shien lantas menoleh ke arah laki-laki itu, matanya berkedip-kedip lugu. "Luar negeri?"

Nathan menganggukkan kepalanya pelan. "Walaupun tetap masih akan kesulitan mendapat donor, tapi setidaknya pengobatan di sana jauh lebih baik."

Shien menghela napas berat, lalu menghembuskannya perlahan. Dia memalingkan kembali pandangannya, menunduk pada kolam renang sembari kakinya yang berada di dalam air mengayun pelan.

"Kenapa?" Shien tersenyum kecut, tatapannya kosong memandang air kolam yang bergerak mengombak karena ayunan kakinya. "Bukannya rumah sakit di sini juga udah yang terbaik, ya? Atau kamu udah kehilangan kepercayaan diri sebagai seorang dokter, Kak? Kamu nyerah buat ngobatin aku?"

"Bukan gitu." Sanggah Nathan cepat. "Cuma kalau di sana, kamu bisa lebih fokus sama pengobatan kamu. Gak terbagi-bagi sama kerjaan atau hal lainnya yang bisa membuat kamu jadi banyak pikiran." Jelasnya kemudian, berharap Shien bisa mempertimbangkan sarannya.

Gadis itu terdiam dengan pikiran menerawang, hingga keterdiamannya itu menimbulkan kesenyapan di antara dirinya dan Nathan. Nyanyian binatang malampun sejenak mengambil alih percakapan.

"Aku udah ngomong sama Om dan Tante. Mereka gak keberatan. Om sama Tante cuma mau yang terbaik buat kamu." Tambah Nathan.

Shien mengangkat kepalanya, lalu memandang Nathan ragu. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam pikirannya, terpancar sangat jelas melalui guratan wajah sendunya. Sesuatu yang menahan Shien untuk terus berpikir lagi dan lagi.

"Shien, apa yang membuat kamu ragu untuk gak ngambil keputusan ini?" Sembur Nathan yang melihat Shien tampak berat hati.

"Eung. . . ." Shien menggantungkan kalimatnya, bingung.

"Langit?" Tebak Nathan sinis. Pandangan baiknya terhadap Langit benar-benar berubah setelah melihat kelakuannya di Dufan waktu itu. "Kalau dia emang sungguh-sungguh sama kamu, dia gak akan keberatan. Dia pasti bisa nunggu kamu walaupun tanpa batas waktu."

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang