105. Vitamin

686 41 3
                                    

EP. 105. Vitamin

********

"Kak. . . ." Sapa Shien di balik punggung kakak iparnya, Senja, yang sedang sibuk memotong buah untuk membuat smoothies, untuk sarapan putranya, Biel, karena anak itu tidak suka makan nasi.

Memang selalu seperti ini. Senja selalu terbangun lebih dulu daripada Shien saat berkunjung menginap di rumah Papa.

Awal-awal Shien merasa canggung dan tak enak hati, tapi lama-kelamaan menjadi terbiasa. Shien bahkan senang karena Senja mengambil alih tugasnya untuk menyiapkan sarapan dan dia hanya sedikit membantu. Begitu pula dengan makan siang dan makan malam, Senja yang selalu lebih giat menyiapkannya jika sedang berada di sana.

Mau bagaimana lagi? Karena saat Langit libur, Shien akan sulit melepaskan diri darinya.

Langit sudah seperti bayi, bedanya mungkin Langit adalah bayi besar yang tidak ada lucu-lucunya sama sekali, dan beruntung Senja mengerti serta bukan tipe orang yang bersikap seperti tamu saat berkunjung ke rumah orang tuanya sendiri. Shien merasa beruntung mendapatkan Senja sebagai kakak iparnya.

"Udah bangun, Shi?" Tanya Senja tanpa mengalihkan perhatian dari kegiatannya memotong buah.

"Hmm." Sahut Shien sambil memakai apron untuk membantu Senja. "Aku bantu apa, Kak?" Tanyanya setelah berdiri di samping Senja.

"Sarapannya udah siap semua di meja. Kamu sih kesiangan, pasti Langit minum susunya lama, ya?" Ujar Senja meledek, dan itu seketika membuat wajah Shien memanas hingga rona merah timbul di pipinya.

Masih terukir jelas dalam ingatan Shien. Betapa malunya dia saat awal-awal pernikahan dulu, Senja masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu karena alasan lupa kalau sang adik sudah menikah, dan kemudian melihat Langit sedang bermain-main dengan dadanya.

Ahh, sial. Shien masih malu sampai sekarang. Mungkin juga akan malu seumur hidup.

"Ehem. . . ." Shien berdehem untuk menghilangkan kekikukkannya. "Apaan sih, Kak?" Cicitnya sambil menunduk malu, lalu mengalihkan perhatian dengan meraih pisau dan pisang, kemudian dipotong-potongnya buah yang kaya akan vitamin tersebut.

Shien sedikit merengut. Senja memang menyebalkan seperti Langit, sama-sama suka menggodanya.

"Ciyee, malu. Gak usah ngalihin perhatian pake motong pisang segala, kali." Senja rupanya masih betah meledek adik iparnya itu. "Udah simpan lagi, segini udah cukup, kok, buat Biel." Ujarnya seraya menunjuk piring berisi potongan pisang dan mix berry yang siap di blender.

"Tambahin aja, Kak, buahnya, sekalian aku mau minta buat Langit. Dari kemarin dia gak bisa makan soalnya." Sahut Shien sambil berjalan ke arah lemari es untuk mengambil stroberi sebagai tambahan setelah menyelesaikan kegiatan memotong pisangnya.

"Lho, kenapa? Tumben, biasanya paling banyak kalau makan?" Tanya Senja heran, matanya bergerak seiring dengan pergerakkan Shien.

Shien mendesah pelan dengan tangan sibuk mencuci buah berwarna merah yang kaya akan antioksidan itu, lalu kembali menghampiri Senja.

"Gangguan pencernaan. Katanya perutnya gak enak, Langit juga mual sama muntah parah dari kemarin. Nyium bau daging sama ikan langsung muntah, habis itu dia cuma bisa makan sayur sama buah. Tapi malemnya muntah lagi, tadi pagi pas bangun juga." Terang Shien kemudian, raut wajahnya menampakkan penuh kekhawatiran.

"Udah berapa hari?" Tanya Senja memastikan.

"Dari kemarin, Kak."

"Terus, kamu udah periksa?" Tanya Senja lagi.

Shien menggeleng pelan. "Nanti, deh, aku bawa dia ke rumah sakit."

Namun, sepertinya Shien salah tanggap akan pertanyaannya, karena bukan itu jawaban yang diinginkan Senja.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang