12. Dia Tersenyum?

750 54 3
                                    

EP. 12. Dia Tersenyum?

********

Langit berjalan menuju parkiran basement rumah sakit dengan senyum semringah menghiasi wajahnya. Sejak dia bangun di tempat tidur, Langit sudah tak sabar menanti jam makan siang menghampiri.

Jelas, hari ini dia akan makan siang bersama Shien, gadis yang sudah mengganggu pikiran dan hatinya akhir-akhir ini. Dia harap gadis itu tidak melupakan janjinya hari ini, meski sebenarnya Shien tidak pernah menjanjikan apapun. Langit sendiri yang memaksa gadis itu mentraktirnya. Tepatnya, dia berharap Shien datang.

Walaupun ini terkesan terlalu cepat, Langit sudah memilih untuk memberikan hatinya pada Shien, apapun konsekuensinya. Dia tahu Shien sakit dan dia tidak peduli. Penyakit itu bisa disembuhkan, bukan? Ada Tuhan, dan ada dokter sebagai perantara untuk menyembuhkannya.

Langit tersenyum geli. Dia sudah sangat percaya diri bisa mendapatkan gadis itu. Benar kata Papa dan teman-temannya, kali ini dia harus bertindak cepat.

Dia tidak ingin kejadian seperti cinta pertamanya terulang lagi. Langit harus mendapatkan hati Shien secepat mungkin, sebelum dia diambil orang atau menjatuhkan hatinya pada orang lain.

Setibanya di restoran, Langit belum melihat Shien ada di meja yang sudah dia reservasi. Padahal, sebelum pergi dia sudah mengirimnya pesan. Tetap berpikir positif, Langit mengira Shien akan datang terlambat dan dia akan menunggunya.

Namun, setelah lebih dari satu jam dia menunggu, Shien tak kunjung datang.

Langit lalu memeriksa pesan yang tadi dia kirimkan pada Shien. Dia menghembuskan napas lemah tatkala melihat tanda centang dua belum berubah warna menjadi biru, yang artinya Shien belum membaca pesannya.

Dilihatnya jam tangan Rolex yang melingkar di pergelangan tangannya itu sambil mengernyitkan kening.

"Masih banyak waktu." Gumamnya dalam hati seraya tersenyum simpul. Beruntung siang ini dia senggang, dia juga tidak perlu menjemput Shanna pulang nanti sore karena gadis itu katanya tidak masuk kerja.

"Jangan harap bisa menghindar, Shien." Langit tersenyum menyeringai, sebelum kemudian dia beranjak dari duduknya.

Langit mencari gadis itu ke kantornya, tapi receptionist mengatakan Shien tidak masuk kerja hari ini. Tidak menyerah, dia lantas menghubungi Shien, namun gadis itu mengabaikan panggilannya.

Langit kembali melajukan mobilnya keluar dari halaman kantor. Dia menghembuskan napas berat, Langit tidak tahu harus mencari Shien ke mana. Sepertinya menyerah saja untuk kali ini. Toh, masih ada hari esok.

Tak lama, dia menepikan mobilnya di pinggir jalan, tepat di seberang taman. Taman yang asri yang terdapat lapangan basket di tengahnya dan beberapa kursi taman di pinggirannya. Sudah lama dia tak menginjakkan kakinya ke sana.

Dulunya taman itu adalah tempat pelariannya saat hatinya sedih, di saat dia tidak tahan melihat kedekatan Biru dengan Jingga di rumah sakit, dia selalu pergi ke sana dan bermain basket hingga tubuhnya lelah.

Tapi tidak sekarang. Dia memutuskan memasuki taman itu hanya untuk menghabiskan makan siang yang tadi dibelinya secara take away di restoran. Tadinya dia berharap bisa memakannya bersama Shien di kantornya. Tapi sepertinya dia harus menghabiskan sendiri dua porsi tuna sandwich yang dibelinya.

Mata Langit menyipit saat dari kejauhan pandangannya menangkap seorang gadis bersandar pada pohon dengan kepala yang terantuk ke kiri dan ke kanan. Lalu tanpa sadar, kaki Langit melangkah mendekati gadis itu.

Alangkah terkejutnya Langit, saat dia mendapati bahwa gadis yang duduk bersandar pada pohon itu adalah Shien. Gadis itu ada di sana dan tertidur hingga terantuk-antuk.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang