87. Terlambat Menepatinya

595 40 3
                                    

EP. 87. Terlambat Menepatinya

********

Shien sudah menjalani serangakain pemeriksaan mulai dari pemeriksaan darah, MRI, CT scan, dan lainnnya.

Tim dokter yang menangani Shien kembali tersenyum senang karena hasil pemeriksaan Shien cukup baik. Shien tidak mengalami cacat baik fisik maupun mental, juga tidak ada komplikasi penyakit lain. Dokter mengatakan kalau apa yang terjadi pada Shien itu keajaiban Tuhan.

"Om juga bilang apa? Walaupun itu satu banding seratus, ada orang yang bisa bangun normal setelah mengalami kecelakaan seperti Shien. Gimana kamu bisa bilang kalau Shien gak ada harapan dan kami harus bersiap untuk kemungkinan terburuk?" Gerutu Papa yang kini sedang duduk berdua di ruangan Nathan sebagai dokter yang bertugas untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi Shien.

Nathan mendesis, lalu tersenyum. "Rencana Tuhan emang penuh kejutan."

"Tapi, masih ada satu hal yang masih harus kita waspadai, Om." Ujar Nathan kemudian, wajahnya berubah sangat serius, membuat Papa khawatir.

"Dari hasil pemeriksaan EKG. Kondisi jantung Shien tetap masih lemah, bahkan bisa dibilang sangat lemah, sehingga Shien bisa mengalami serangan jantung sewaktu-waktu. Itu bisa jadi bom waktu untuk hidup Shien kalau kita tidak segera mendapatkan donornya. Bukan tidak mungkin Shien akan kembali mengalami kondisi kritis dan kemungkinan terburuknya. . . . ."

"Om percaya, Tuhan pasti sudah menyiapkan jantung baru untuk Shien." Sela Papa, memotong kalimat penjelasan Nathan yang belum selesai. "Dan Om juga yakin Shien bisa menunggu sampai hari itu tiba."

Shien sudah hidup sampai sejauh ini. Bahkan dia berhasil melewati masa kritisnya. Jadi, Papa optimis jika Shien pasti bertahan sampai tiba waktunya dia mendapatkan jantung baru untuk kemudian hidup sehat dan berumur panjang.

Nathan mengangguk sembari melemparkan senyum hangatnya. "Kalau begitu, kita semua harus menguatkan doa agar Tuhan segera memberikan jantung baru untuk Shien."

********

"Sayang. . . ."

Mama merentangkan tangannya dan berhambur memeluk Shien yang kini sudah dipindahkan ke ruang rawat. Gadis itu kini sedang duduk dengan punggung bersandar pada sandaran ranjang pasien, sementara Mama ikut duduk di sebelahnya.

Sejak Shien terbangun, wanita paruh baya itu tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Tuhan. Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada mendapati putrinya sudah kembali ke sisinya.

"Mama seneng banget kamu bangun, Sayang. Makasih." Ucap Mama sambil mengusap-usap lembut punggung Shien. Tampak wanita itu mengeluarkan air mata haru lagi.

Shien mendengus geli. "Udah puluhan kali Mama ngomong kayak gitu."

Ucapan Shien membuat Mama merasa separuh lega dan separuh kesal, lalu Mama menepuk pelan punggung gadis bungsunya gemas. "Itu karena Mama terlalu seneng. Udah bikin Mama khawatir, malah ngeledek."

Shien tersenyum geli di balik pelukan Mama. "Maaf."

Sudut hati Shien rasanya meringis memikirkan bagaimana panik dan khawatirnya Mama dan Papa mendapatinya tidur selama hampir lebih dari tiga bulan. Terlihat dari wajah mereka yang sedikit kurus dari sebelumnya.

"Kamu tahu, gak? Selama kamu tidur berpuluh-puluh hari ini, Mama merasa gak hidup sedikit pun. Jadi, tolong jangan pernah melakukan ini lagi." Ujar Mama sambil membelai lembut wajah Shien yang pucat sesaat setelah dia mengurai pelukannya.

Shien hanya tersenyum seraya memegang tangan Mama yang berada di kedua sisi wajahnya.

"Kalau gitu, karena sekarang aku udah bangun. . . ." Shien meraih tangan Mama dan beralih menggenggamnya. "Mama gak usah mengkhawatirkan apapun lagi, jangan nangis lagi. . . ." Kemudian satu tangannya terulur mengusap air mata yang mengalir dari mata Mama.

SO IN LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang