27

16.4K 827 12
                                    

Itulah yang ada di dalam pikiran Aiden, memukuli si tai Renaldo sampai babak belur dan berjalan pincang.

Namun itu hanya di dalam pikirannya, ia sudah berada di tengah kerumunan dan niatnya langsung tertunda saat Keysil menatapnya dan Renaldo pergi.

Aiden tahu Renaldo pergi karena takut, Renaldo tahu Aiden sudah berniat untuk menonjoknya alhasil dia pergi terlebih dahulu daripada menanggung malu apalagi di sekolah orang lain.

Seperti biasa dirinya memang mainan Renaldo, sepupu ter-bangsatnya.

Sepupu yang hobi mengganggu aktivitasnya seperti orang yang tidak memiliki pekerjaan apapun, dia suka menganggu dan saat Aiden merespon dia akan lari.

Seperti Chanyeol dan Kyungsoo.

"Aiden... Suaranya bagus deh."Puji Keysil terlihat kikuk dan itu mengundang kritikan dari siswi lainnya.

"Murahan."Aiden berdesis sembari berjalan melewati Keysil yang merasa sekujur tubuhnya membeku karena ucapan Aiden baru saja.

Reena juga sering mengatainya seperti itu, murahan.

Bukankah sudah cukup menjadi bukti saat ada dua orang yang menyebutnya murahan menandakan dirinya memang murahan, lihatlah ia merasa segalanya seperti kutukan.

Andai saja bukan karena kedua sahabatnya, Keysil tidak akan menahan rasa sakit ini.

Malu, sakit dan kesal bersatu di dalam dirinya saat disebut murahan di depan banyaknya orang.

-----------------

"Lo gila! Si kambing malah ngatain Keysil murahan."Celetuk Dendi duduk di depan Alex dan Aiden.

Aiden menghela nafas, "Kan emang murahan, cewek mana yang mau dipegang-pegang kayak gitu."

"Lo gak mau minta maaf sono?"

"Buat apaan? Sinting lo."

"Aiden emang gitu, harus si Keysil yang minta maaf, kan kampret."Celetuk Dendi menyisir rambutnya di kaca bulat yang ia pinjam dari siswi dikelasnya.

Sekedar informasi, rasanya tidak sah kalau siswi dikelas mereka tidak membawa kaca ke sekolah.

"Gimana kalau tu cewek nangis?"Tanya Alex yang lebih peka terhadap cewek.

"Nangis ya nangis, ga bakalan mati kok cuma gara-gara nangis."Balas Aiden mematikan hpnya karena tidak ada yang penting disana, kecuali beberapa pesan yang terus berdatangan karena Dendi menjual nomor hpnya tempo hari dan itu membuat Aiden lelah untuk mengganti nomornya.

Setiap jam pesan yang masuk tak jauh dari kata 'Hai' 'Halo' 'Lagi apa' 'Ganteng' dan Aiden tidak perlu report-repot untuk membalasnya.

"Ga kasian lo sama anak orang?"Alex kembali bertanya.

"Ga."Jawabnya singkat.

"Lebih baik kalian gue kasi pertanyaan, yang bisa jawab gue kasi permen kopiko satu. Kalau kucing jadi ayam, kelinci jadi ayam, kerbau jadi ayam, kancil jadi ayam terus ayamnya jadi apa?"Ujar Dendi memberikan teka-teki dengan imbalan permen kopikonya.

"Jadi ayam!"Jawab Alex antusias.

"Jadi lo."Aiden ikutan menebak.

Tawa Dendi pecah seketika, "Jadi banyak lah!"

"Ga lucu bangsul!"Sembur Aiden sama sekali tidak geli, sedikit pun tidak.

"Ketawa aja Den, kasian Dendi udah kayak orang gila ketawa sendiri."

"Lo aja ketawa sama dia, biar bisa ikutan gila."

Alex yang baru saja berniat terawa langsung menahan niatannya itu.

"Gue kasi satu lagi nih, apa perbedaan matahari dan bulan?"

Alex berpikir sejenak dan akhirnya menjawab, "Matahari siang dan bulan malam, bego bener."

Sedangkan Aiden malas menjawab karena jika ia menjawab pasti tidak akan benar.

"Salah, kalau matahari ada diskon sedangkan bulan kagak."Lagi-lagi dia tertawa keras sampai-sampai kursi yang didudukinya terjatuh yang membuatnya terselungkur namun anehnya ia masih tertawa.

"Lex, rumah sakit jiwa Lex."Suruh Aiden geleng-geleng kepala melihat Dendi yang otaknya mungkin agak geseran.

AIDEN [PROSES REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang