55. Risau

1.6K 149 58
                                    

💙 Mas Rezky

Aku masih berdiam diri di dalam mobilku, setelah tadi melihat mobil Rina sudah berlalu pergi keluar dari basement mall ini dan meninggalkan aku.

Aku masih terkejut.

Bahkan kaget luar biasa.

Pengaruh panggilan dari Elysia benar-benar memberikan efek kejut yang sangat dahsyat untukku.

Ayah???

Elysia memanggilku Ayah???

Sungguh panggilan yang sangat tak terduga.

Kini, aku tak mengerti apa yang sebenarnya sedang dirasakan oleh hatiku saat ini.

Satu sisinya, aku merasa bahagia.

Bahkan sangat.

Mendengar Elysia memanggilku dengan sebutan 'Ayah' langsung berhasil memberikan perasaan hangat dan menenangkan yang menjalar dengan sangat cepat di dalam hatiku. Rasanya tenang sekali seperti ada tiupan angin yang tiba-tiba datang dan menyejukanku.

Tapi di sisi lainnya, entah kenapa, aku juga merasakan ketakutan yang luar biasa hebatnya.

Aku takut kehilangan lagi. Aku takut dan khawatir memikirkan bahwa mungkin saja Rina tidak suka dengan hal mengejutkan seperti tadi.

Aku takut kalau Rina justru akan pergi ketika aku baru saja ingin berjuang untuk mendapatkan hatinya. Ketika aku baru saja ingin berusaha keras untuk bisa dekat dengannya. Aku benar-benar takut jika setelah ini Rina justru jadi menghalangiku yang sangat ingin untuk berada di sisinya.

Dan aku semakin khawatir luar biasa, ketika teringat lagi tentang bagaimana reaksi yang tadi diberikan oleh Rina.

Rina hanya diam tanpa berkomentar apa pun. Rina diam dan hanya tersenyum lalu menarik pelan tubuh Elysia dari sisiku. Rina benar-benar diam tanpa suara. Bahkan, setelah mengajak Elysia untuk segera pulang, karena makanan kami memang sudah habis beberapa saat sebelum Elysia memanggilku dengan sebutan 'Ayah', panggilan yang membuatku dan Rina jadi terdiam sambil membolakan kedua mata, Rina benar-benar tak berkata apa-apa lagi setelahnya. Tetap bungkam. Sampai membuat keberaniaku jadi ciut dan melayang entah ke mana.

Aku takut.

Bahkan lidahku tiba-tiba juga jadi terasa sangat kelu.

Aku seperti sulit untuk berbicara, dan terlalu takut untuk bertanya pada Rina.

Bahkan saat Elysia mencium punggung tanganku untuk berpamitan dan melambaikan tangannya dengan sangat riang dari dalam mobil, tubuhku rasanya benar-benar berubah jadi sangat kaku. Sehingga balasan yang keluar dariku hanya lah senyum sendu dan lambaian tangan yang kupaksakan untuk membalas salam pamit dari gadis cilik yang telah membuat hatiku berbunga dan kalut dalam satu waktu.

Aku takut. Benar-benar begitu takut.

Karena sungguh, ketika Rina berubah jadi diam, maka hal itu justru jadi sesuatu yang paling membingungkan untukku.

Rina adalah sosok wanita yang ceria. Rina senang bercerita. Rina senang berbicara apa saja. Rina tipe wanita yang mudah sekali untuk berbaur dan menghidupkan suasana. Jadi ketika Rina diam tanpa suara, dengan ekspresi yang sulit sekali untuk dibaca, maka hal tersebut sungguhan adalah salah satu yang paling membuatku bingung karena tak tahu harus berbuat seperti apa.

Rina benar-benar diam.

Dan aku sungguh tak bisa tahu apa yang sebenarnya sedang Rina rasakan.

Apa Rina marah?

Apa Rina merasa tak suka?

Atau Rina justru merasa tak nyaman dengan panggilan yang diberikan oleh Elysia?

Sungguh.

Rina dan tingkah diamnya, adalah salah satu hal yang paling sangat ingin untuk aku hindari di dunia. Aku lebih baik mendengarkan semua celotehan dan ceritanya, daripada harus mencaritahu alasan di balik diamnya seorang Rina.

Memang benar ucapan Mas Rangga dulu setiap kali bercerita kalau kakak iparku, Mba Nadia, sedang marah dan mendiamkannya. "Dek, pokoke, mending bojone dewek ki gujih, daripada meneng. Soale, wong wadon nek wis meneng, malah medeni." (Dek, pokoknya, lebih baik istri kita itu cerewet, daripada diam. Soalnya, perempuan kalau sudah diam, justru malah menakutkan)

Saat itu aku bingung.

Kenapa Mas Rangga berbicara seperti itu?

Bukankah lebih baik melihat perempuan diam dan tenang?

Karena kurasa, hal itu berarti akan membuat telinga kita jadi bisa istirahat dan terbebas dari segala macam bentuk omelannya.

Dulu, aku sering sekali mempunyai pendapat seperti itu.

Tapi ternyata aku salah besar.

Mas Rangga benar dengan ucapannya. Karena ternyata, ketika perempuan diam seribu bahasa, justru jadi memunculkan seribu tanya di dalam pikiran dan hati kita.

Seperti yang sekarang sedang terjadi padaku karena sangat takut akan kemarahan Rina.

Dan aku hanya bisa berharap dan berdoa, bahwa semoga, setelah ini, aku bisa menyelesaikan semua kesalah pahaman dan bisa kembali dekat dengan Rina dan juga Elysia.

"Rina, jangan marah ya."

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang