40. Tanda-Tanda

2.6K 334 94
                                    

❤ Rina

Aku sedang bercerita dengan Ibu dan juga Shinta di butik.

Siang ini, Ibu mampir ke toko sehabis jalan-jalan bersama Shinta yang kebetulan memang sedang libur dari pekerjaannya. Jadi hari ini, Shinta full bersama Bu Widya tercinta. Karena Cahyo juga sedang pergi ke Jogja untuk menilik klinik tumbuh kembangnya yang ada di sana.

Sedangkan Elysia, putri kecilku tercinta, saat ini sedang asik sekali mewarnai di atas karpet bulu yang ada di dekat jendela.

Masih asik bercerita dengan Ibu, tiba-tiba ponselku berdering tanda ada satu telepon yang masuk untukku.

"Bu, Rina angkat telepon dulu ya," izinku, yang langsung dipersilakan oleh Ibu.

"Iya, Rin."

Setelah mendapat persetujuan dari Ibu, aku lekas menerima panggilan telepon yang sejak tadi telah menungguku.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Rin."

"Nggih, Mas. Pripun?" (Iya, Mas. Gimana?)

"Sekarang, kamu lagi di mana, Rin?"

"Ini, lagi di toko, Mas. Gimana?"

"Kalau aku mau mampir ke sana, boleh? Kamu lagi sibuk nggak?"

"Nggak kok, Mas. Aku lagi nggak sibuk."

"Kalau gitu, siang ini, aku main ke toko kamu ya? Boleh?"

"Boleh, Mas. Silakan."

"El ada?"

"Ada, Mas. El juga lagi ada di toko sama aku."

"Oke. Sebentar lagi, aku sampai di butikmu ya."

"Loh? Kok bisa cepet banget sampainya?"

"Soalnya, aku udah di jalan nih."

Si penelepon terdengar sedang tertawa sekarang.

"Owalah. Udah di jalan, kok baru telepon sekarang, Mas? Kalau tadi aku nggak bisa, gimana coba?"

"Ya tinggal putar balik aja dong, Rin. Terus nanti sore, aku bisa langsung susul kamu lagi."

"Dasar."

"Ya udah. Aku tutup dulu ya teleponnya. Sebentar lagi, aku sampai di butik kamu. Terimakasih ya karena udah mau digangguin siang-siang begini."

"Iya, Mas. Nanti, langsung ke ruanganku aja ya. Kalau sudah sampai, minta diantar aja sama Lia yang ada di depan."

"Iya, Rina. Terimakasih ya. Kalau gitu, aku tutup dulu ya teleponnya."

"Iya, Mas. Hati-hati di jalan."

"Terimakasih, Rina."

"Sama-sama, Mas."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Aku meletakkan kembali ponselku di atas meja, setelah panggilan teleponku sudah selesai sepenuhnya.

"Yang telepon, siapa, Rin?" tanya Ibu.

"Mas Rezky, Bu."

"Nak Rezky? Memangnya, ada apa, Rin?" tanya Ibu lagi.

"Barusan, Mas Rezky telepon, tanya Rina sama El lagi ada di mana. Terus, katanya, Mas Rezky mau mampir ke sini, Bu."

"Oh, gitu. Kalau gitu, sekarang, langsung pesan makan aja, Rin. Biar kita bisa sekalian makan siang bareng sama Nak Rezky juga di sini," pesan Ibu yang kini jadi terlihat semangat sekali.

"Nggih, Bu. Kalau Ibu, mau makan siang sama menu apa sekarang?" giliran aku yang bertanya.

"Nanti aja, Mba, pesannya. Sekalian nunggu Mas Rezky datang. Jadi kalau Mas Rezky udah sampai, makanannya masih hangat," usul Shinta.

"Ya, begitu juga bisa, Rin. Sekalian nanti tawarin Nak Rezky, dia mau makan sama apa," kata Ibu kemudian.

"Nggih, Bu. Kalau gitu, pesan makannya, nunggu Mas Rezky sampai di sini dulu ya?"

Ibu langsung menganggukkan kepalanya ke arahku. Begitu juga dengan Shinta yang langsung menunjukkan tanda setuju dengan acungan ibu jarinya untukku.

Dan setelahnya, kami bertiga kembali melanjutkan cerita kami yang tadi sempat terjeda. Sampai tiba-tiba, ada seseorang yang mengetuk pintu ruang kerjaku saat ini dengan ucapan salam yang terdengar teduh sekali di telinga.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," jawabku, Ibu, Shinta, dan juga Elysia di waktu yang bersamaan.

Dan suara ini, sudah terdengar dekat sekali. Apalagi dengan lengkingan suara Elysia yang kini sudah langsung menunjukan binar mata teramat cerah yang sangat berhasil untuk membuatku jadi terkekeh dengan begitu geli.

Jadi bisa tebak siapa yang datang sekarang?

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang