💙 Mas Rezky
"Suaminya Bu Rina, memangnya, bagian apa, Mas?"
Ternyata, rasa penasaran Satrio masih terus berlanjut sampai sekarang. Dan aku tak tahu harus bagaimana caranya untuk menghentikannya.
Jadi segera menghela napasku, mau tak mau, aku memang jadi harus membuka kisah pahit tentang rasa patah hatiku.
"Terakhir, yang kudengar, suaminya Rina diangkat jadi Kapolres. Makanya mereka pindah dari Purwokerto ke Semarang."
"Wah, sedep betul itu, Mas. Wis dadi kepalane. Tambah susah ya, Mas. Abot banget saingane Mas Rezky," (Wah, sedap betul itu, Mas. Sudah jadi kepala. Tambah susah, Mas. Berat banget saingannya Mas Rezky)
Aku menghela napas lagi.
Ya, memang, aku jelas kalah start. Polisi dengan laki-laki yang masih berstatus sebagai mahasiswa, maka jelas kalau pilihan utamanya jatuh pada Polisi. Apalagi, Polisinya langsung berani untuk melamar, dan mengajak Rina untuk masuk ke dalam jenjang pernikahan. Jadi ya, Rina memang tak salah jika langsung memilih suaminya.
"Emang ya, kalau ada cewek cantik, dia juga baik, pasti udah ada pawangnya. Nggak akan dianggurin lama-lama, pasti langsung ditarik ke KUA."
Ya. Satrio benar sekali ucapannya.
Bener banget malahan.
Karena buktinya, Rina. Dia yang saat itu baru lulus SMA, langsung dilamar oleh Mas Rama untuk jadi istrinya.
Aku terdiam. Merenungi kisah cintaku yang terasa sudah langsung layu sebelum berkembang. Bahkan aku saja belum memulai, tapi sudah harus berakhir tanpa sempat untuk memiliki.
Mungkin memang waktu bertemuku dan Rina yang kurang tepat. Entah karena Rina yang lahir terlambat, atau hari lahirku yang justru terlalu cepat. Tapi usia kita yang hanya terpaut 2 tahun, membuat ceritaku dan Rina jadi seakan tak pernah bisa untuk bertemu.
Karena saat aku hampir lulus SMA, Rina justru baru memasukinya. Lalu saat dia sudah lulus SMA, aku masih jadi seorang mahasiswa.
Atau, mungkin, justru aku lah yang terlambat lahir. Jadi saat Rina lulus SMA, aku kalah siap dengan Mas Rama yang saat itu sudah cukup dewasa dan bekerja.
Ya, mungkin, seperti itu. Atau memang aku saja yang terlalu takut dengan pikiranku. Sehingga dulu, aku sudah mundur terlebih dahulu, bahkan sebelum aku sempat mencoba untuk mengungkapkan bagaimana besarnya perasaanku.
Andai dulu aku berani berkata pada Rina bahwa aku menyukainya, mungkin aku akan mempunyai kesempatan yang sama besarnya seperti Mas Rama. Kesempatan besar untuk menjadikan Rina sebagai pendamping hidupku ketika di dunia.
Tapi menyesal lagi pun percuma. Sama seperti 8 tahun yang lalu, semua bentuk sesalku, sia-sia. Tak ada artinya. Dan jelas tak akan pernah bisa merubah apa pun, terutama, tentang bagaimana kisah yang belum sempat kurajut bersama Rina.
Karena kenyataannya, Rina memang tak bisa untuk kumiliki. Karena saat ini, Rina sudah sah dan sangat resmi menjadi seorang istri.
Masih terlarut dalam pikiran dan rasa sesalku. Aku langsung tersentak karena Satrio yang tiba-tiba jadi menepuk bahuku.
"Jangan ngelamun, Mas. Nggak baik. Maaf kalau aku malah jadi tambah ngingetin Mas Rezky soal Bu Rina. Maaf banget ya, Mas."
Aku mengangguk dan jadi tersenyum tipis sekali, "Nggak papa, Yo."
"Ya udah, aku pamit dulu ya, Mas. Mau balik ke kantor lagi."
Kini, aku kembali mengangguk untuk yang kesekian kali. "Sebelum balik, makan dulu aja, Yo. Langsung ke dapur, atau bilang aja sama Diba di depan."
Satrio langsung mengangguk sambil mengangkat jari jempolnya ke arahku. "Makasih, Pak Bos."
Baru saja Satrio akan keluar, tapi ternyata, pintu ruanganku sudah diketuk dari luar.
"Mas Rezky, ini Diba."
Aku memberikan kode pada Satrio dengan daguku, "Bukain, Yo."
Dan Satrio jelas langsung paham dengan perintah yang kuberikan padanya. Karena kini, Satrio sudah membukakan pintu ruanganku untuk Diba.
Diba cengengesan saat tahu kalau Satrio yang membukakan pintu untuknya. "Eh, ternyata, Mas Satrio masih ada di sini."
Dan Satrio langsung memberikan anggukan kepalanya. "Iya. Biasa, ketemu Pak Bos, urusan biro."
Diba balas menganggukkan kepalanya juga. "Oh iya, Mas. Ini, aku juga mau ketemu sama Pak Bos."
Satrio mengangguk, dan masih berdiri di dekat pintu. Sedangkan Diba, kini dia sudah mulai berjalan untuk mendekat ke arah meja kerjaku.
"Mas Rezky, ini, ada titipan dari Mba Rina," kata Diba, setelah ia selesai meletakkan 3 bingkisan super besar yang dia bawa di atas meja kerjaku.
"Rina?" tanyaku jelas ingin meminta penjelasan lengkap pada Diba.
"Iya, Mas. Mba Rina, Mamanya El."
"Kok bisa ini semua dikasihin ke kamu?"
"Iya, Mas. Soalnya, Mba Rina sama keluarganya, lagi ada di sini. Terus tadi, sebelum pesan makanan, Mba Rina nitipin itu semua buat Mas Rezky. Katanya, itu dari Bu Widya juga, sama ucapan terimakasih dari Mba Rina soal traktiran dari Mas Rezky. Gitu, Mas. Tadi, Mba Rina pesannya begitu sama aku."
Aku membuka salah satu paper bag yang dibawakan oleh Diba. Dan ternyata, isinya adalah ikan bandeng Juanda. Sedangkan dua lainnya, isinya adalah kue brownies Amanda.
Wah, Rina benar-benar membuktikan ucapannya yang pernah mengatakan kalau dirinya akan mengantarkan sesuatu untukku.
Dan bingkisan dari Rina hari ini benar-benar telah sangat berhasil untuk mengejutkanku.
"Mas, kalau gitu, aku balik ke depan lagi ya?"
Kalimat pamit dari Diba, membuyarkan semua lamunan singkatku yang saat ini sedang memikirkan tentang Rina.
Aku mengangguk untuk mengiyakan ucapan Diba.
Setelah kepergian Diba dan Satrio dari ruang kerjaku, aku langsung menatap sendu pada banyaknya kotak brownies Amanda yang Rina kirimkan untukku.
"Rin, kalau kaya gini ceritanya, kayaknya, aku malah jadi bakal makin susah buat lupa sama kamu."
Karena sepertinya, Rina tahu betul kalau aku suka sekali dengan kue coklat ternama ini.
Rina yang memang tahu, atau aku yang sedang berharap kalau Rina akan tahu kesukaanku?
*****
![](https://img.wattpad.com/cover/243408032-288-k81198.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua ✔
RomanceJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] Tentang Elsa Azarina Safira, yang m...