💙 Mas Rezky
Akhirnya, setelah semua bentuk kegundahanku sebelumnya, kini aku putuskan untuk memberanikan diri menelepon nomor ponsel Rina. Tapi sampai berhentinya nada dering pertama, ternyata, Rina belum kunjung menerimanya.
"Telepon sekali lagi aja. Kalau tetap nggak diangkat, berarti, aku langsung balas aja pesannya Rina. Ya, gitu aja baiknya."
Lagi-lagi, adanya Rina sungguhan sangat berhasil untuk membuatku jadi gundah gulana seperti ini.
Hebat sekali.
Kutekan sekali lagi nomor telepon Rina, dan ternyata, di panggilan kedua ini panggilan teleponku langsung diangkat tanpa aku harus menunggu lama.
"Assalamu'alaikum."
"Ternyata benar suara Rina," batinku berbicara.
"Wa'alaikumsalam, Rin."
"Mas Rezky?"
"Iya, Rin. Ini, Rezky."
"Oh iya, Mas. Terimakasih ya untuk traktirannya tadi siang. Maaf karena Rina sama El malah jadi banyak banget bikin repot Mas Rezky."
"Nggak ngerepotin kok, Rin. Malahan, aku yang harusnya ngucapin terimakasih. Terimakasih ya, Rina. Terimakasih, karena kamu sama El udah mau mampir ke Sari Laut."
Rina terdengar sedang tertawa di seberang sana.
Aku tersenyum sepenuh hati. Karena sungguh, rasanya, tiba-tiba, tawa renyah dari Rina membuat udara malam ini jadi terasa sejuk sekali.
"Mas Rezky ini ada-ada aja. Yang harusnya bilang terimakasih, itu tetap aku, Mas. Terimakasih banyak. Dan maaf, karena pasti, aku jadi banyak merepotkan. Soalnya, tadi siang, aku sama El makannya banyak loh, Mas. Tapi masa dikasih gratis semua?"
"Ya nggak papa dong. Itu semua, sebagai bentuk ucapan terimakasih dari aku, karena kamu sama El udah sering beli di sini."
Rina terkekeh lagi.
"Sama-sama, Mas. Tapi emang makanan di Sari Laut, enak-enak semua, Mas. El aja sampai ketagihan makan udang goreng tepung di sana. Sekali lagi, aku minta maaf ya, Mas. Maaf, karena aku beneran nggak tahu kalau ternyata, Sari Laut itu resto punya Mas Rezky."
Kini, giliran aku yang tertawa di sini.
"Nggak papa, Rina. Sekarang kan, kamu udah tahu. Jadi nanti, main ke sini lagi ya. Nanti, kalau makan di Sari Laut lagi, aku masakin langsung udang goreng tepung buat El."
"Wah, kalau yang punya langsung yang masakin, berarti, kayaknya, bayar udangnya nanti jadi lebih mahal ya, Mas. Soalnya, sekalian pajak untuk pemilik."
Aku langsung tertawa mendengar bualan dari Rina.
"Nggak lah. Nggak usah bayar. Gratis semuanya kalau buat kamu sama El."
"Kalau dikasih gratis, aku sama El nggak mau, Mas."
"Lah, biasanya, orang dikasih gratisan itu seneng banget, Rin. Ini kamu kok malah nolak?"
"Ya kalau sekali atau dua kali, nggak papa, Mas. Tapi kalau keseringan, takutnya, nanti, aku malah jadi tuman. Mas Rezky juga nggak jadi untung kalau terus-terusan kasih gratisan buat aku sama El."
Aku terkekeh lagi.
"Kan baru sekali dikasih gratisannya. Jadi besok, kalau dikasih gratis lagi, berarti nggak papa dong. Iya, kan?"
"Iya, memang baru sekali. Tapi Mas Rezky udah langsung ngasih gratisannya banyak banget. Padahal, tadi siang, totalanku sama El pasti banyak banget kan, Mas? Ayo, ngaku. Kasih tahu."
"Nggak lah. Tenang aja"
"Kalau gitu, kapan-kapan, aku sama El ke sana lagi buat nganterin bingkisan buat ganti traktirannya Mas Rezky tadi siang. Ya?"
"Nggak usah, Rina. Gantinya, kamu sama El, sering makan di sini aja. Jadi pelanggannya Sari Laut. Nanti, aku kasih kartu anggota. Biar pas beli, kamu bisa langsung dapat diskon. Gimana?"
Rina terkekeh lagi.
"Oke, Mas. Mantap banget itu. Ini, namanya, jalur VVIP? Atau jalur orang dalam ya, Mas?"
"Kalau buat kamu, jalur super khusus dari aku."
Kekehan ceria dari Rina sungguhan sangat berhasil untuk menghangatkan hatiku.
Manis sekali.
"Tapi nanti, kalau kartu anggotanya mau dipinjamkan buat orang lain, bisa nggak, Mas?"
"Emangnya, mau kamu pinjemin buat siapa, Rina?"
"Buat Ibu. Soalnya, Ibu sering banget makan di Sari Laut, Mas. Aku tahu resto Mas Rezky, juga dari Ibu."
"Kalau gitu, nanti, aku kasih dua. Buat kamu, satu. Buat Ibu, juga satu. Jadi nggak usah ganti-gantian. Punya semuanya."
"Wah, malah jadi dikasih double."
"Nggak papa, buat loyal customer."
"Loyal customer apaan. Tadi aja aku yang dikasih gratisan. Aku nggak boleh bayar. Berarti, yang loyal, itu Mas Rezky. Bukan aku."
Aku tertawa lagi.
Rina. Rina. Malam ini, kamu benar-benar telah sangat berhasil membuatku jadi banyak membuka suara.
"Oke. Kalau gitu, besok-besok, ditunggu lagi ya kedatangannya di Sari Laut."
"Siap, Mas."
"Oya, suami sama anakmu, udah tidur, Rin?"
"Iya, Mas. Ini, El udah tidur."
"Kalau gitu, sampaikan salamku buat suamimu sama El ya, Rin. Maaf, kalau malam-malam begini jadi ganggu istirahatmu karena aku telepon."
"Iya, Mas. Nggak papa. Nanti, aku sampaikan salamnya buat El. Dari Om Eky."
Aku terkekeh lagi.
Karena astaga, saat ini, aku benar-benar jadi langsung bisa membayangkan bagaimana ekspresi menggemaskan dari seorang Elysia ketika memanggilku Om Eky.
"Ya udah, aku tutup teleponnya ya, Rin. Mbok kamu udah mau langsung istirahat."
"Iya, Mas. Sekali lagi, terimakasih ya, Mas. Terimakasih untuk semua traktirannya tadi siang. Laris manis terus untuk Sari Laut. Dan lancar barokah untuk semua usahanya Mas Rezky."
"Aamiin. Terimakasih ya Rina untuk semua doa baiknya."
"Sama-sama, Mas Rezky."
"Ya udah, aku tutup teleponnya ya, Rin. Assalamu'alaikum."
"Iya, Mas. Wa'alaikumsalam."
Senyum bahagiaku masih belum mau luntur walau pun panggilan teleponku dengan Rina telah berakhir.
Ya Allah, kuatkan hatiku. Jangan biarkan hatiku goyah. Dan jangan biarkan aku ingin menjadi orang yang jahat.
Aku langsung berbalik untuk masuk ke dalam ruanganku, setelah tadi aku selesai menyimpan nomor telepon Rina di ponsel milikku.
Elsa Azarina Safira
Ibu, maaf, karena malam ini, anak ganteng Bapak Ibu jadi lupa mau telepon Ibu.
*****
![](https://img.wattpad.com/cover/243408032-288-k81198.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua ✔
Roman d'amourJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] Tentang Elsa Azarina Safira, yang m...